35. Duryodhona Menjebak Raja Salya

768

Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND

35. Duryodhona Menjebak Raja Salya

Salya, Raja Negeri Madradesa, adalah saudara DewiSMadri, ibu Nakula dan Sahadewa. Ia mendengar berita bahwa Pandawa berkemah di Upaplawya dan sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan perang besar yang akan datang. Salya lalu mempersiapkan bala-tentaranya dalam jumlah amat besar dan mengirim mereka ke tempat berkumpulnya pasukan perang Pandawa. Konon, karena begitu banyaknya jumlah balatentara Salya, untuk beristirahat mereka membutuhkan areal yang luasnya 20 kilometer persegi.

Berita keberangkatan Salya bersama balatentaranya sampai ke telinga Duryodhona. Ia memerintahkan sejum-lah perwiranya untuk menyambut Salya dan membujuk-nya agar mau bergabung dengan pasukan Kurawa. Ia memerintahkan pasukannya untuk membangun beratus-ratus balai peristirahatan di sepanjang jalan yang akan dilalui balatentara Salya. Balai peristirahatan itu dihias serba indah. Waktu beristirahat, balatentara Salya akan dijamu dengan aneka macam makanan

dan minuman yang berlimpah dan dihibur dengan berbagai pertunjukan kese-nian yang memikat.

Seluruh balatentara Salya senang dan puas menerima sambutan Duryodhona. Salya berkata kepada salah seo-rang perwira tinggi pasukan Duryodhona, “Aku ingin mem-beri hadiah kepadamu dan kepada mereka yang telah me-nyambut kami dengan ramah, terutama anak buahmu.

Sampaikan kepada Duryodhona bahwa aku sangat berteri-ma kasih kepadanya.”

Perwira itu lalu menyampaikan pesan Salya kepada Duryodhona. Mendengar itu, Duryodhona yang memang menunggu-nunggu saat paling baik untuk menemui Salya, segera berangkat menemui Raja Negeri Madradesa itu. Di hadapan Salya, ia menyatakan betapa besarnya kehorma-tan yang diperolehnya karena Raja Salya merasa senang oleh sambutan pasukan Duryodhona. Tutur kata Duryo-dhana yang ramah benar-benar menyenangkan hati Salya yang sama sekali tidak punya prasangka apa pun. Ia mengira semua itu merupakan ungkapan ketulusan pihak Kurawa. “Alangkah hormat dan baik hatinya engkau kepada kami,” kata Salya yang terbuai oleh sambutan luar biasa dan keramahan pasukan Duryodhona.

“Bagaimana aku bisa membalas budi baikmu?”

Duryodhona menjawab, “Sebaiknya kau dan balatentaramu bertempur di pihak kami. Itulah yang kuharapkan sebagai balas budimu.”

Salya sangat kaget mendengarnya. Ia terdiam, terpaku. Maka sadarlah ia dengan siapa sebenarnya ia berhadapan.

Duryodhona melanjutkan, “Engkau sama berartinya bagi kami berdua. Bagimu, kami sama dengan Pandawa. Engkau harus penuhi permintaanku dan berikan bantuan­mu kepadaku.”

Karena telah menerima pelayanan yang sangat baik dari anak buah Duryodhona selama beristirahat di pesanggrahan, dengan singkat Salya menjawab, “Kalau memang demikian keinginanmu, baiklah!”

Duryodhona yang belum merasa yakin akan jawaban itu, mendesak Salya sekali lagi sebelum raja itu pergi.

Salya memandang Duryodhona dengan tajam sambil berkata, “Duryodhona, percayalah kepadaku. Aku berikan kehormatan ucapanku kepadamu. Tetapi, aku harus menemui Yudhistira untuk menyampaikan keputusanku.”

Akhirnya Duryodhona berkata, “Pergilah menemui Yu­dhistira, tetapi kembalilah segera. Jangan ingkari janjimu,” kata Duryodhona seperti memerintah.

“Kembalilah ke istanamu dan peganglah kata-kataku. Aku tidak akan mengkhianatimu,” kata Salya. Setelah ber-kata demikian ia meneruskan perjalanannya menuju Upa-plawya, tempat perkemahan Pandawa.

Pandawa menyambut paman mereka, Raja Madradesa, dengan gembira. Nakula dan Sahadewa langsung menceri-takan pengalaman pahit yang mereka alami selama hidup di pengasingan. Tetapi, ketika mereka mengharapkan ban-tuan Salya dalam peperangan yang akan datang, Raja Ma-dradesa berkata bahwa ia telah menjanjikan dukungannya kepada Duryodhona.

Yudhistira sangat terkejut dan menyesali dirinya sendiri karena sejak awal yakin bahwa Salya akan berpihak pada Pandawa. Ia mencoba menutupi kekecewaannya dengan berkata, “Pamanku yang perkasa, engkau mempunyai ke-wajiban untuk memenuhi janjimu kepada Duryodhona. Kedudukanmu akan sama dengan Krishna dalam pertem-puran nanti. Karna pasti akan mengharapkan Paman un-tuk menjadi sais keretanya waktu ia berhadapan dengan Arjuna. Apakah Paman akan menyebabkan kematian Arju-na atau Paman akan menghindarkannya dari maut? Tentu saja aku tidak bisa memintamu untuk menjatuhkan pili-han. Aku hanya mengungkapkan isi hatiku dan keputusan terletak di tangan Paman.”

Salya menjawab, “Anak-anakku, aku telah dijebak oleh Duryodhona. Aku telah berjanji akan membela dia. Ini ber-arti aku harus berhadapan dengan kalian. Tetapi, sean-dainya Karna memintaku menjadi sais keretanya dalam pertarungan melawan Arjuna, ia pasti gentar menghadapi-nya. Arjuna pasti menang. Segala penghinaan yang kalian terima dan diderita oleh Draupadi akan berubah menjadi kenangan indah bagi kalian. Kelak kalian akan hidup bahagia. Aku telah berbuat salah. Sepantasnyalah aku memikul akibatnya.”

~ Article view : [136]