21. Tidak terikat pada kontak-kontak eksternal (luar) dan mendapatkan kebahagiaan di dalam DiriNya (Sang Atman), seorang yoga-yukta yang tak bersatu dengan Yang Maha Esa, merasakan keberkahan tanpa habis-habisnya.
22. Kesenangan yang lahir dari kontak-kontak (dengan obyek-obyeknya) sebenarnya permulaan (asal) dari penderitaan. Kesenangan-kesenangan ini ada awalnya dan juga ada akhirnya, oh Arjuna! Seorang yang bijaksana tak akan bergembira dengan kesenangan-kesenangan ini.
Para yogi yang bijaksana tak akan bergembira dengan hal-hal duniawi yang menyenangkan (priyam) ataupun bersedih dengan hal-hal keduniawian yang penuh dengan penderitaan atau kesedihan. Karena semua kebahagiaan mereka sudah terpusat sepenuhnya pada Sang Atman, pada Sang Kreshna yang bersemayam di dalam diri mereka. Mereka sadar kesenangan dan kesedihan duniawi bersifat sementara saja semua itu datang dan pergi, sedangkan Yang Maha Esa sifatnya abadi dan tak ada habis berkahNya.
Dan mereka ini pun sadar bahwa semua kesenangan duniawi itu sebenarnya adalah awal atau asal dari berbagai penderitaan yang beraneka-ragam sifatnya, seperti kehilangan seseorang yang amat disayangi, sakit atau penderitaan ragawi, masa tua, dan banyak hal lainnya, yang kalau ditelaah merupakan kesenangan pada awalnya tetapi selalu berakhir dengan kesedihan atau penderitaan. Dan semua penderitaan ini kemudian akan menimbulkan kama (nafsu) dan krodha (kemarahan), dan masuklah seseorang kemudian ke dalam lingkaran setan dari penderitaan ini, yang nampaknya tak ada habis-habisnya.
23. Seseorang yang di dunia ini (di bumi ini), sebelum meninggalkan raganya berhasil menahan gejolak nafsu dan kemarahannya, maka ia telah bersatu dengan Yang Maha Esa. Orang ini adalah orang yang bahagia.
Seorang yogi yang bahagia secara murni, adalah orang yang penuh dengan kendali diri. Dan pengendalian diri ini dipelajari di bumi ini, karena memang bumi-loka ini tempatnya setiap manusia belajar berbagai aspek Ketuhanan dan mengenal dirinya sendiri secara spiritual, bukan di tempat lain. Dan sekali pengendalian diri ini tercapai secara utuh dan tulus, maka akan didapatkan berkahNya yang tak kunjung habis-habisnya. Maka seyogyanyalah setiap manusia belajar untuk mengendalikan nafsu dan keinginan-keinginannya, pertahankanlah tekad ke arah ini dan bangkitlah lagi setiap tersandung jatuh, kemudian tegak maju lagi secara lebih tegar. Di mana ada tekad di situ pasti ada jalan. Perangilah nafsu dan kemarahan dan pada suatu saat yang tepat, dengan tekad yang kuat, dikau pasti akan berhasil mandapatkan kebijaksanaan ini.
24. Barangsiapa memiliki kebahagiaan di dalam dirinya, barangsiapa memiliki kegembiraan di dalam dirinya, barangsiapa memiliki sinar di dalam dirinya, maka yogi semacam ini berubah sifatnya menjadi suci dan mencapai keindahan Yang Maha Esa (Brahmanirvana).
Seseorang yogi yang sejati selalu mencari kebahagiaan di dalam diriNya (Sang Atman) dan merasa bahagia dengan apa saja yang didapatkannya dari Sang Atman. Yogi semacam ini sudah berdiri di atas ketiga guna (sifat-sifat alami atau prakriti) dan telah mencapai suatu sifat yang suci yang merupakan karunia Ilahi yang tak ternilai sifatnya. Ia langsung berasimilasi dengan Yang Maha Esa. Brahma nirvana adalah suatu status dimana meleburlah semua nafsu-nafsu pribadi seseorang dalam sinarNya Yang Maha Esa, dan seorang yogi yang telah mencapai tahap ini menjadi seorang resi (seorang yang dianggap suci), yang jiwanya sudah dipasrahkan secara total kepadaNya, Yang Maha Abadi.
25. Para Resi (orang-orang suci) yang dosa-dosanya telah hapus, yang keragu-raguannya (rasa dualismenya yang bertentangan) telah tertebas habis, yang pikirannya penuh dengan disiplin, dan yang bahagia dalam kesejahteraan semua makhluk, mencapai Brahma nirvana.
Para orang-orang suci yang dosa-dosanya telah tertebas habis, begitupun dengan keragu- raguannya mereka akan hal-hal yang menyenangkan maupun yang sebaliknya, yang indra-indranya telah terkendali dengan baik; maka setiap tindakan mereka adalah demi kesejahteraan semua makhluk di dunia ini. Mereka ini bersatu dengan Yang Maha Esa (Sang Brahman) dan mereka ini mengenal yang disebut nirvana, yaitu Kedamaian Yang Abadi (Keindahan Ilahi).
26. Keindahan Ilahi terletak dekat dengan mereka yang suci, yang telah lepas dari nafsu dan kemarahan, yang telah mengendalikan pikiran mereka dan telah sadar akan DiriNya.
27. Menutup diri dari kontak-kontak eksternal (luar), memusatkan pandangan pada sela kedua alis-mata, dan menyelaraskan nafas yang masuk dan keluar dari lubang-lubang hidung.
28. Dengan mengendalikan indra-indranya, pikirannya dan intelektualnya, seseorang yang yang suci yang berkeinginan bebas dan telah berhasil menyingkirkan nafsu, ketakutan dan kemarahan, akan benar-benar terbebas.
29. Dan mengetahui Aku sebagai Yang Menikmati semua persembahan dan pengorbanan, sebagai Yang Maha Memerintah seluruh isi alam, Yang Mencintai semua yang hidup, maka orang suci semacam ini akan menuju ke kedamaian.
Setiap insan yang mengenal Sang Jati Diri (Sang Atman), akan menemui Kedamaian Yang Abadi (Brahma-nirvana). Pengetahuan tentang hal ini disebut kebijaksanaan, yang mengusir semua nafsu dan keinginan-keinginan kita dan membuat seorang berubah sifatnya menjadi sederhana dan stabil jalan pikirannya (terkendali, atau dalam kendali).
Proses ini menjadi lebih mudah lagi kalau ditambah dengan latihan pranayama (yaitu pernafasan yang terkendali atau meditasi). Dan yang ingin mencoba pranayama atau meditasi ini harus:
1. Membebaskan atau mengeluarkan atau menjauhkan semua bentuk pikiran-pikiran yang datang mengganggu. Jadi tidak memikirkan apapun juga selain Sang Atman yang ada di dalam dirinya. Dapat dimulai dengan membayangkan wajah seorang Dewa atau sang guru yang dihormatinya. Ini yang dinamakan menjauhi kontak-kontak eksternal.
2. Memusatkan pandangannya pada titik yang terletak di tengah-tengah kedua alis mata, dan
3. Menyelaraskan masuk dan keluaraya nafas dari dan ke lubang hidung kita. Baik irama, panjang dan lama nafas yang masuk dan keluar ini harus seimbang mungkin, Sebaiknya perlahan-lahan saja, setelah lama berlatih, maka masuk-keluar nafas ini membebaskan indra-indra, pikiran dan intelektual kita dari kekuasaan nafsu dan berbagai keinginan, dari rasa takut dan berbagai pikiran yang selalu silih-berganti. Lebih dari itu seorang yang melakukan meditasi ini harus sadar bahwa Yang Maha Esa adalah sebagai Asimilator atau Sang Penerima semua bentuk yagna dan tapa, dan juga orang atau pemuja ini harus mengenal Yang Maha Esa sebagai Yang Maha Memiliki alam semesta ini beserta seluruh isinya, mengenalnya sebagai Yang Maha Pengasih semua makhluk-makhluk ciptaanNya, mengenal Yang Maha Esa dalam bentuk manusiaNya sebagai Sang Kreshna.
Dan barang siapa yang mengenal Dirinya yang tinggi (Sang Atman) dan melalui Sang Atman mi dapat menguasai dirinya yang rendah yaitu indra-indra, pikiran dan intelektualnya, maka orang semacam ini akan mendapatkan suatu bentuk kedamaian yang abadi.
Dari ajaran-ajaran di atas terulang lagi, bahwa yang paling penting bagi kita ini adalah mengendalikan semua indra kita, pikiran kita dan juga buddhi kita. Seseorang tanpa kendali tidak mungkin dapat menghayati ajaran Bhagavat Gita atau pun mencapai Yang Maha Esa. Ia boleh saja bermeditasi dengan aktif, boleh saja ia menguasai berbagai ajaran atau teori-teori dan teknik-teknik spiritual, tetapi kalau belum berhasil mengendalikan indra, keinginan, nafsu, pikiran dan buddhinya dengan baik maka sia-sia saja upayanya, bahkan dapat merusak atau menyesatkan dirinya. Tanpa penghayatan dan perbuatan nyata, maka sia-sia atau rusaklah orang semacam ini. Teori saja tidak perlu dalam peningkatan spiritual, yang paling penting adalah praktek atau usaha-usaha pengendalian hawa-nafsu kita secara sejati dan total, karena semua pengetahuan spiritual ini akan menjadi mentah sifatnya tanpa penghayatan yang tulus dan sejati, tanpa dedikasi dan disiplin yang penuh dengan tekad yang kuat. Semua ini butuh waktu dan tak dapat dicapai dalam sekejap mata, maka dari itu dibutuhkan kesabaran yang luar biasa.
Dan apakah yang akan terjadi seandainya seseorang memaksakan dirinya ke jalan yoga, padahal dirinya masih mentah atau belum siap untuk itu? Meditasinya yang prematur akan membawanya ke jalan atau arah yang berbahaya. Membawanya ke situasi yang neurotik, membawanya ke pemecahan jiwanya (personalitasnya) dan bahkan kekacauan jiwanya yang dapat menghasilkan gangguan jiwa (menjadi gila misalnya). Seyogyanyalah meditasi diajarkan dan dibimbing dan ditentukan oleh seorang guru yang bijaksana, yang dapat menilai sudah sejauh manakah kadar dari sang murid ini. Tanpa pembersihan ego pribadi, pengendalian indra-indra dan pikirannya, maka jalan meditasi akan berbahaya sekali.
Meditasi yang matang sifatnya, kemudian akan menghasilkan suatu pertemuan antara sang pemuja dengan Sang Atman, Sang Kreshna Yang Abadi Yang bersemayam di dalam jiwa sang pemuja ini, Yang juga adalah Kuasa dari alam semesta ini, Yang juga adalah Pengasih semua makhluk. Ia bukan saja jauh dari jangkauan kita tetapi juga merupakan Teman kita yang benar-benar sejati dan dekat dengan kita dan bersifat Maha Penolong kapan dan dimana saja. Teman yang membantu kita mengatasi segala situasi yang kita hadapi. Seseorang yang pintu imannya telah berbuka lebar, maka pintu kebijaksanaannya pun akan terbuka lebar-lebar dan ia pun akan mencapai kedamaian yang abadi yang menjadi dambaan setiap pencari kebenaran. Kedamaian Nan Abadi ini, yang penuh dengan Sinar llahi, disebut Brahmanirvana.
Demikianlah dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahltan yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab ke lima, yang disebut Karma Sanyasa Yoga atau Yoga Tentang Penyerahan Tindakan (Aksi).
~ Article view : [678]