21. Tidak mengharapkan apapun juga, hati dan dirinya terkendali, menanggalkan semua keserakahannya, dan bekerja dengan raganya saja – orang semacam ini tidak bertindak dosa.
22. Selalu merasa cukup dengan yang didapatkannya, bebas dari rasa dualisme yang bertentangan (dvandas), tanpa rasa iri atau cemburu, bersikap sama (balans) untuk setiap sukses atau kegagalan – walaupun ia bekerja ia tak terikat.Orang semacam ini menerima apa saja dalam hidupnya dengan rasa tentram, tenang, damai dan selalu merasa cukup dengan apa adanya. Suka dan duka, sukses dan kegagalan, rugi dan untung, lahir dan mati, dianggap sama saja olehnya. Tak pernah ia merasa iri, dengki atau cemburu melihat kesuksesan atau kekayaan atau pun kejayaan orang lain. Baginya apa saja yang diberikan oleh Yang Maha Esa terasa cukup dan selalu ia haturkan terima-kasih kepadaNya untuk segala-galanya baik suka maupun duka. Semua tindakan orang semacam ini tak akan mengikatnya lagi ke dunia yang fana ini, karena orang semacam ini telah mendapatkan Karunia Ilahi yang tak terhingga dalam bentuk ketentraman batin dan spiritual.
23. Seorang yang keterikatannya telah mati, yang telah bebas dari duniawi (mukta), pikirannya telah teguh berdiri dalam kebijaksanaan, yang mengerjakan pekerjaannya sebagai persembahan — maka mencairlah semua tindakan orang semacam ini.Sang Kreshna berulang-ulang menekankan di Bhagavat Gita bagaimana seseorang dapat lepas dari kegelapan duniawi ini, yaitu dengan melakukan suatu atau setiap tindakannya berdasarkan rasa tanpa pamrih. Atau dengan kata lain semua pekerjaan yang kita lakukan haruslah berbentuk persembahan bagiNya. Rasa ego kita selalu mengatakan ini punyaku dan itu pekerjaan hasil kerjaku, sehingga yang tercipta selalu adalah suatu keterikatan duniawi, dimana kita sendiri terikat dengan ke-aku-an ciptaan kita sendiri. Padahal semua ini bukan milik kita, karena dari mana kita datang dan kemana kita akan pergi pun sebenarnya tidak ada manusia yang mengetahuinya secara pasti. Yang hadir hanyalah ilusi, dan tanpa kehendakNya tak ada yang mungkin bisa terjadi. Jadi sebaiknya secara sadar bekerjalah selalu secara aktif, tetapi jadikanlah pekerjaan itu sebagai suatu yagna (persembahan atau ibadah pengorbanan) baginya.
24. Seseorang yang terpikir bahwa tindakan pengorbanan itu Tuhan adanya. Yang dikorbankannya juga Tuhan. Dan oleh Tuhan pengorbanan itu dikorbankan ke Api Tuhan. Maka ke Tuhan jugalah pergi orang yang sadar akan Ketuhanan dalam pekerjaannya.Sloka di atas ini merupakan suatu pesan yang amat dalam artinya. Secara amat sederhana dapat diartikan bahwa apa yang kita kerjakan, yang kita lihat, yang kita korbankan adalah Ia juga. Jadi semuanya di dunia ini berasal dari Ia, untuk Ia, dan oleh Ia. Jadi dalam segala hal sebenarnya hadir Yang Maha Esa, dan tanpa la tak ada apapun di dunia ini. Secara langsung menurut Bhagavat Gita, semua itu Ia juga adanya. Seorang yang secara sejati bekerja demi Yang Maha Esa akan dapat melihat fakta ini dalam setiap tindakannya. (Biasanya sloka di atas ini dipakai oleh orang-orang Hindu sebelum menyantap makanan mereka).
25. Sementara yogin (para pemuja) mempersembahkan sesajen kepada para dewa, (tetapi) ada juga sementara yogin yang mempersembahkan “diri” mereka ke Api nan Agung.Ada pemuja-pemuja yang membakar sesajen di bara-api, menaikkan puja-puji bagi para dewa agar diberikan kepada mereka imbalan-imbalan tertentu. Tetapi ada juga pemuja-pemuja yang mempersembahkan ego diri mereka sendiri ke Api Abadi Sang Maha Kuasa (Sang Brahman). Para pemuja ini mempersembahkan semua tindakan mereka kepada Yang Maha Esa dengan tulus dan tanpa mengharapkan sesuatu imbalan. Mereka berkata terjadilah kehendakNya sesuai dengan kehendakNya.
26. Ada pemuja yang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya ke api pengorbanan (menjauhi kontak-kontak sensual indra-indra mereka dari obyek-obyek indra-indra ini). Ada yang mempersembahkan suara dan obyek-obyek sensual mereka ke api indra-indra mereka.Banyak pemuja yang mengorbankan pendengaran mereka dan juga indra-indra lainnya dari kontak-kontak sensual indra-indra ini dengan obyek-obyek kontaknya. Usaha ini sebagai disiplin pribadi mereka dalam mengekang atau mengendalikan kegiatan-kegiatan indra-indra mereka seperti mulut, hidung, kuping, dan organ-organ seksual mereka. Disiplin ini dimaksud untuk pemujaan kepada Sang Atman yang bersemayam di dalam diri mereka masing-masing.
27. Ada juga pemuja yang mempersembahkan semua tindakan-tindakan indra-indra mereka dan semua fungsi tenaga vital (prana) mereka ke api yoga pengendalian yang diterangi oleh ilmu pengetahuan (gnana).28. Tetapi ada juga yang mepersembahkan harta-benda mereka atau, dengan menyakiti diri mereka sendiri, atau dengan disiplin yoga; sedangkan mereka yang mempunyai tekad (atau iman) yang kuat mempersembahkan pengetahuan dan ajaran mereka sebagai pengorbanan mereka.
29. Ada lagi mereka yang penuh dedikasi dalam pengendalian nafas (pranayama), yang mengendalikan jalan prana (nafas) yang dikeluarkan dan jalan apana (nafas yang dimasukkan), dan mengalirkan prana ke apana dan apana ke prana, sebagai persembahan mereka.
30. Ada lagi yang sangat membatasi makanan mereka dan mengalirkan nafas kehidupan (prana) mereka ke dalam prana mereka sebagai persembahan. Mereka semua ini tahu apa arti dari pengorbanan, dan dengan pengorbanan mereka menghapus dosa-dosa mereka.
~ Article view : [633]