Berkatalah Arjuna:
1. Mereka yang tidak kenal akan kaidah-kaidah suci ini, tetapi mempersembahkan pengorbanan dengan kepercayaan (iman) –bagaimanakah keadaan mereka ini, oh Kreshna? Apakah (mereka) ini tergolong sattva, raja atau tama?
Timbul pertanyaan yang wajar di dalam hati sang Arjuna, apakah perlu kita semua belajar tentang hukum atau kaidah-kaidah yang dikandung oleh skripsi kuno dan buku-buku suci lainnya? Apakah Bhagavat Gita sendiri tidak cukup atau memadai? Dan bagaimana dengan nasib mereka yang beriman tetapi tidak pernah membaca atau mengetahui tentang naskah atau skripsi-skripsi kuno ini? Sebenarnya hukum ini — karena sifatnya yang abadi, spiritual dan alami — secara otomatis akan bekerja sendiri. Tidak penting apakah setiap orang yang beriman itu pernah mendengar atau tidak akan hukum/kaidah ini. Sesuai dengan karuniaNya maka seseorang yang beriman akan belajar sendiri atau dengan kata lain mendapatkan sendiri semua kaidah-kaidah suci ini secara bertahap, dan ia akan memahami itu semua dengan baik. Yang penting, kita ini (setiap individu) harus jujur pada diri sendiri, dan walaupun tak pernah mendengar tentang sastra-sastra ini, seorang yang telah terpanggil ke jalanNya akan secara otomatis mempelajari dan mempraktekkan secara langsung semua kaidah dan hukum-hukum suci ini, sesuai dengan hati nuraninya, karena memang hukum ini sifatnya amat universal dan alami. Arjuna yang khawatir akan nasib seseorang yang beriman tetapi tidak kenal kaidah-kaidah suci ini, sebenarnya tidak perlu khawatir, karena yang penting adalah penghayatan dan pengamalan kaidah-kaidah itu sendiri secara tulus, dan bukan dengan membaca atau mengetahuinya. Kaidah-kaidah itu sendiri secara tulus, dan bukan semua itu datang dari Satu Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih dan Penyayang. Walau nampaknya kaidah-kaidah ini berlainan dalam berbagai ajaran agama, ajaran moral, kebatinan dan hukum tetapi intisarinya selalu Manunggal, yaitu Satu, dan semua itu selalu berporos dan kembali kepadaNya juga. Om Tat Sat.
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
2. Kepercayaan manusia (makhluk yang dapat binasa), yang lahir dari sifat-sifat mereka terbagi dalam tiga bagian — sattvik, rajasik dan tamasik. Dengarkanlah oleh mu semua ini.
3. Iman seseorang, oh Arjuna, adalah berdasarkan sifat seseorang itu. Manusia dibentuk oleh imannya: begitu imannya, begitu juga manusianya.
Shradda, atau iman atau kepercayaan, adalah ekspressi dari setiap sifat sejati atau asli dari individu itu sendiri yang sudah diatur oleh karma-karmanya. Begitu sifatnya, begitu juga prilaku orang itu. Kepercayaannya akan Yang Maha Esa, otomatis terpancarkan sesuai dengan sifat-sifat asli setiap individu yang tentunya berbeda-beda dari setiap manusia ke manusia yang lainnya, dan faktor ini juga akan membeda-bedakan prilaku manusia tersebut. Dan ada tiga golongan kepercayaan pada setiap makhluk yang hidup, terutama yang disebut manusia (makhluk yang juga dapat binasa), yaitu sattvik (dari sattva), rajasik (dari raja) dan tamasik (dari tama), yang hadir secara berbeda-beda dan dominan dalam bentuk dan kekuasaannya masing-masing.
4. Manusia-manusia yang bersih memuja para dewa, manusia-manusia yang bernafsu memuja para yaksha dan para rakshasa, dan yang lainnya, yaitu manusia-manusia yang berada dalam kegelapan — memuja hantu-hantu dan roh-roh yang bergentayangan.
Shradda (iman) yang bersifat sattvik ini menunjukkan kemurnian atau kesucian orang-orang dengan sifat ini, yaitu memuja Tuhan Yang Maha Esa atau para dewa-dewa yang dianggapnya Tuhan atau pengganti Tuhan. Dan sewaktu ajal mereka tiba, mereka ini pergi ke tujuan pemujaan mereka sesuai dengan imannya masing-masing. Mereka ini dapat saja mencapai penerangan atau nirvana pada akhir hayat mereka. Sifat-sifat rajasik adalah sifat-sifat yang penuh dengan energi. Iman rajasik adalah iman yang penuh energi, nafsu dan keinginan-keinginan bagi mereka yang menginginkan kekuasaan, harta-benda, sukses dan lain sebagainya. Mereka-mereka yang punya kepercayaan rajasik ini memuja para yaksha (dewa-dewa pemberi harta dan kesejahteraan duniawi) dan para rakshasa (setan dan iblis). Sedangkan sifat-sifat tamasik adalah sifat-sifat kegelapan total yang dimiliki oleh mereka-mereka yang kurang sekali pengetahuannya akan kebesaran Yang Maha Esa, mereka amat serakah dan tidak suci, amat sensual, malas dan penuh akan sifat-sifat gelap lainnya. Demi hasrat dan jalan pintas ke sukses dan pencapaian kesejahteraan duniawi ini mereka memuja roh-roh yang sesat, hantu, jin dan kuasa-kuasa gelap yang cepat mendatangkan kenikmatan bagi mereka.
5. Manusia-manusia yang menjalankan disiplin-disiplin spiritual secara negatif, yang tidak dianjurkan oleh skripsi-skripsi suci, yang telah terbiasa dengan kemunafikan dan rasa egoisme dan telah terseret oleh kekuatan nafsu dan keinginan (duniawi).
6. Manusia-manusia semacam ini tak memiliki akal-budi. Mereka merusak elemen-elemen raga mereka dan Aku yang bersemayam di dalam raga ini. Ketahuilah bahwa orang-orang ini berpikiran iblis.
Cara pemujaan juga merefleksikan iman atau shraddha ini. Dan seandainya seseorang memuja sesuatu unsur alami atau yang lainnya dengan menyiksa tubuh mereka atau merusak tubuh ini dengan sesuatu ritus-ritus tertentu, maka tapa, pemujaan atau usaha spiritual ini tidaklah suci sifatnya, tidak sinkron dengan kaidah-kaidah suci yang tertera di kitab-kitab suci Hindu kita ini; mereka yang merusak raga mereka demi kepuasan duniawi ini sebenarnya merusak “kuil yang suci,” kuil Sang Kreshna yang dilahirkan sebenarnya dengan tujuan yang suci, yaitu menyembah dan mengenal Yang Maha Esa dan bukan menjadi budak dari nafsu mereka. Raga ini pantang untuk dirusak karena sebenarnya bukan milik kita dan seharusnya dipergunakan untuk maksud-maksud yang positif, dan seandainya orang-orang ini masih saja merasa lebih benar dari yang dianjurkan oleh skripsi-skripsi ini, maka manusia semacam ini adalah manusia yang egoistik dan hanya mementingkan diri mereka sendiri dan menghalalkan segala cara demi tercapainya maksud-maksud duniawi mereka.
7. Pangan yang diperlukan oleh semua makhluk terdiri dari tiga jenis. Begitupun bentuk pengorbanan, tapa dan dana. Dengarlah perincian-perinciannya.
8. Makanan yang memperpanjang hidup dan menunjang kesucian, tenaga, kesehatan, kebahagiaan, dan kegembiraan, yang manis, lembut, penuh dengan gizi dan sesuai, disukai oleh orang-orang yang bersifat sattvik.
9. Makanan yang pahit, asam, bergaram, terlalu pedas, berbau, kering dan membakar, yang menimbulkan penderitaan, kesusahan dan penyakit disukai oleh mereka-mereka yang bersifat rajasik.
~ Article view : [412]