Bab 03 – Jalan Aksi [ page 2 ]

931

Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND

11. Dengan yagna, atau pengorbanan, berikanlah kepada para dewa, dan para dewa akan memberikannya kembali kepadamu yang kau pinta. Dengan saling memberikan kepada mereka ini dikau akan mencapai Kebaikan Yang Utama.
12. Dengan mendapatkan pengorbanan, para dewa akan memberkahimu dengan yang kau pinta. Dan barangsiapa yang menerima berkah dari para dewa tanpa berkorban kembali kepada mereka  adalah betul-betul seorang pencuri.
Di salah satu kitab suci Hindu Kuno yang disebut Vishnu Purana, dapat kita baca suatu kisah di mana para dewa menurunkan hujan kepada manusia yang melakukan upacara korban kepada dewa-dewa ini. Hal yang sama masih kita lakukan juga pada waktu-waktu tertentu dewasa ini di mana ada kepercayaan agama Hindu. Para dewa ini sebenarnya diciptakan Yang Maha Esa untuk menjadi pelindung atau partner dari manusia, dan sebaliknya manusia yang memuja dewa-dewa ini dengan tujuan tertentu diharuskan untuk berkorban kepada dewa-dewa ini. Dengan ini akan tercapai kerja-sama yang baik antara dewa-dewa dan manusia demi langgengnya kehidupan dunia ini dengan segala kesibukannya. Para dewa tidak saja dapat memberikan harta-benda duniawi, tetapi juga dapat dipanggil melalui mantra-mantra tertentu baik untuk penyembuhan atau untuk meminta melawan perbuatan jahat. Tetapi ingat dari dewa untuk dewa, dari Yang Maha Esa untuk Yang Maha Esa, dan setiap tindakan untuk Yang Maha Esa berarti lebih dekat lagi denganNya. Juga terdapat makna lain dari pengorbanan ini yaitu, agar apa yang kita lakukan itu hasilnya dapat kita bagi juga untuk yang lainnya dan tidak hanya untuk diri sendiri. Di Manava Dharma Shastra tertulis: “Seseorang hanya memakan dosa, sekiranya la memasak untuk dirinya sendiri!”
Sekiranya sewaktu kita makan, alangkah baiknya kalau dimulai dulu dengan doa dan kita serahkan dulu yang kita makan kepadaNya dan kemudian kita bagi juga bagi sesama makhluk lain, misalnya dengan membuang sedikit nasi yang kita makan untuk semut-semut di halaman rumah, atau untuk anjing dan kucing piaraan di rumah, dan lebih dari itu kalau ada kelebihan dibagi kepada fakir-miskin atau orang lain yang membutuhkannya. Memberikan sesuatu yang berlebihan di rumah kita adalah pekerjaan sosial yang dianjurkan setiap agama, karena merupakan titipan dariNya juga untuk orang-orang lain yang membutuhkannya. Dan ingatlah setiap orang yang kikir selalu kehilangan sebagian dari harta-bendanya atau kebahagiannya karena hukum alam akan berlaku atas orang yang berlebih-lebihan miliknya baik itu dalam bentuk materi atau yang bersifat abstrak seperti pikiran atau rasa.
13. Mereka yang baik, adalah yang memakan sisa-sisa dari yang telah dikorbankannya, dan mereka-mereka ini akan lepas dari dosa-dosa. Tetapi yang tak beriman hanya memikirkan diri mereka sendiri yang mereka makan hanyalah dosa!
Dengan membagi makan atau kelebihan harta-benda kita kepada sesamanya yang membutuhkannya dan menyerahkan setiap tindakan dan posesi kita kepadaNya, maka lambat laun akan terjadi proses pembersihan dan pemurnian diri kita pribadi.
14. Dari makanan terbentuklah makhluk-makhluk, dari hujan terbentuklah makanan; hujan terbentuk dari yagna atau pengorbanan; dan pengorbanan lahir dari aksi (karma).
Di sini terlihat bahwa roda kosmik berputar secara sistimatis berdasarkan yagna atau pengorbanan. Dengan ini kita seharusnya sadar bahwa betapa besarnya sebenarnya nilai dari suatu yagna atau amal yang tulus, yang demi Ia semata-mata tanpa mengharapkan pahala atau pamrih.
15. Ketahuilah oleh dikau bahwa karma (aksi) timbul dari Sang Brahma, dan Sang Brahma datang dari Yang Maha Esa (Yang Tak Terbinasakan). Jadi Sang Brahma yang selalu ada selalu hadir pada setiap pengorbanan.
Dunia diciptakan oleh Sang Purusha Tunggal (Sang Brahma) dengan penuh pengorbanan besar yaitu dirinya sendiri. Tangan-tangan dan kaki-kakinya tersebar ke seluruh dunia (di alam semesta). Berkat pengorbanan inilah dunia diciptakan dan berkat pengorbanan-pengorbanan dari berbagai dewa-dewa, para pahlawan-pahlawan, manusia-manusia suci sepanjang masa, maka dunia ini sampai sekarang masih bisa bertahan. Lihatlah di sekitar kita, kalau ada yang berbuat jahat maka pasti ada individu lain yang berbuat baik untuk menetralisir keadaan ini. Ini berarti sebenarnya tanpa kita sadari setiap pengorbanan yang mengorbankan dirinya sendiri sedang atau sudah berusaha menstabilkan alam dan unsur-unsur yang ada di alam ini sendiri.
16. Seseorang yang hidup di dunia ini tanpa mau menggerakkan roda-roda pengorbanan, adalah seorang yang penuh dengan dosa dan nafsu-nafsu duniawi. Orang semacam ini, oh Arjuna, hidup secara sia-sia.
Seorang yang hidupnya adalah untuk diri-pribadinya sendiri, sebenarnya kehilangan nilai-nilai kehidupan yang berarti. Yang rugi sebenarnya adalah dirinya sendiri.
17. Tetapi seseorang yang bahagia di dalam Sang Atmannya sendiri, yang merasa cukup dengan Dirinya, dan selalu puas oleh Dirinya untuk orang semacam ini sebenarnya tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan.
Seseorang yang telah menemukan kebahagian dan kedamaian di dalam Sang Atman (Jati Dirinya sendiri), yang bersemayam di dalam dirinya sendiri, tidak perlu menyelesaikan pekerjaannya, ujar Sang Kreshna penuh makna. Maksudnya di sini bukan lain orang semacam ini lalu bermalas-malasan tanpa kerja. Tetapi semua aktivitias baginya bahkan merupakan pekerjaan yang membahagiakan dan menimbulkan rasa damai baginya, karena ia berpikir sebagai alat ia dipakai oleh Yang Maha Kuasa, dan setiap pekerjaan atau problema bukanlah jadi beban lagi tetapi kewajiban yang ditunggu-tunggu olehnya. Secara mental ini berarti sama saja tidak ada pekerjaan untuknya semata. Bukankah Yang Maha Esa sendiri mengorbankan DiriNya sendiri untuk menjadi seorang manusia, yaitu Sang Kreshna agar dapat secara langsung dan pribadi mengajarkan Bhagavat Gita kepada kita semuanya. Tidak ada suatu bentuk pekerjaan yang kotor bagi yang telah menemukan Jati Dirinya, karena Ia selalu akan dituntun oleh Sang Atman sesuai dengan kehendakNya.
18. la tidak punya kepentingan pribadi di dunia ini baik ia melakukan sesuatu maupun ia tidak melakukan sesuatu. la tidak bersandar kepada siapapun untuk mencapai (atau mendapatkan) sesuatu dalam hidupnya.
Orang yang telah mencapai taraf kejiwaan ini benar-benar adalah seorang manusia yang amat bebas hidupnya. Baik ia melakukan sesuatu maupun tidak, ia tidak pernah merasa rugi atau untung karena tindakan itu, benar-benar alat sifat dan statusnya, karena semua tindakan tidak disangkut-pautkan dengan pribadinya. la bebas dari segala beban duniawi dan tidak bersandar pada siapapun maupun pada suatu keadaan atau benda-benda dan sekelilingnya, ia hanya bersandar pada Yang Maha Esa semata. Baginya sehari-hari apa saja yang dimakan atau disandangnya walau hanya sedikit sudah terasa amat cukup. Hidupnya sudah menyatu dengan Yang Maha Kuasa, dan segala kejadian-kejadian duniawi seperti huru-hara, peperangan, musibah dan lain sebagainya, walaupun di perhatikannya secara manusiawi sekali sebenarya tidak lagi berpengaruh terhadapnya. Tanpa disadarinya maupun disadarinya lepas sudah kewajiban-kewajiban duniawi dari dirinya, yang ada hanya kewajibannya terhadap Yang Maha Kuasa. Bekerja atau tidak sama saja baginya, tetapi ia akan selalu bekerja terus tanpa henti dan tanpa pamrih, karena setelah mengenal Sang Atman, ia akan sadar bahwa semua adalah satu, dan apapun yang dilakukannya atau dikorbankannya adalah dari Dia, oleh Dia dan untuk Dia semata.
19. Seyogyanyalah dikau selalu mengerjakan kewajibanmu tanpa rasa keterikatan, karena dengan bekerja tanpa pamrih seseorang akan mencapai Parama Yang Tertinggi.
Bekerjalah selalu tanpa pamrih, inilah pesan inti dari Bhagavat Gita yang tidak bosan-bosannya diulang-ulang oleh Sang Kreshna bagi kita semua. Dengan dedikasi yang berkesinambungan, yang secara konstan dilakukan oleh seseorang terhadapNya, maka suatu saat pasti orang atau pemuja ini akan mencapai kebenaran Yang Sejati, Yang Tertinggi sifatnya. Janganlah ragu dan bimbang akan hasil pekerjaan itu, mereka yang bekerja secara murni untuk Yang Maha Kuasa tidak akan gentar dengan segala hasil yang diperolehnya. Orang semacam ini tidak akan memaksakan suatu pekerjaan tertentu, tetapi selalu akan bekerja sesuai dengan kehendakNya, dan bekerja tanpa keterikatan akan sukses atau tidaknya pekerjaan itu, bahkan tanpa pamrih. Dan bekerja tanpa pamrih ini akan melepaskan kita dari ikatan-ikatan duniawi ini, dan bebaslah kita sesungguh-sungguhnya bebas.
20. Janaka dan juga yang lain-lainnya benar-benar mencapai kesempurnaan dengan   bekerja. Dan dikau pun seharusnya bekerja dengan dasar kesejahteraan dunia ini.
Raja Janaka Dari Mithila, adalah seorang raja yang amat kaya-raya dan agung sifatnya. la juga adalah seorang karma-yogi yang ideal, karena ia memerintah kerajaannya demi Yang Maha Kuasa tanpa sedikit pun ambisi pribadi atau merasa semua itu miliknya pribadi. la berhasil menguasai egonya dan pernah berkata, “Seandainya kerajaan Mithila ini terbakar tidak ada sesuatu pun punyaku yang hilang.” Raja Janaka berkuasa dikerajaannya sampai akhir hayatnya karena ia merasa bekerja demi yang lainnya dan menjadi contoh atau model untuk raja-raja yang lainya agar bekerja demi Yang Maha Kuasa semata. Suatu saat kemudian Sang Raja ini mencapai kesempurnaannya dengan bekerja terus-menurus, tanpa pamrih demi Yang Maha Kuasa. Boethius seorang filsuf Barat pernah berkata: “Seseorang tak akan pernah pergi ke sorga kalau hanya ia sendiri yang ingin ke sana.”

~ Article view : [384]