Tuesday, April 22, 2025
Hostinger

Bab 18 – Kata Terakhir [ page 5 ]


Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND

51. Penuh dengan pengertian yang bersih, secara tegar mengendalikan dirinya, menjauhi suara dan obyek-obyek sensual (indra-indra dan obyek-obyeknya), melepaskan rasa senang dan rasa benci akan sesuatu.
52. Tinggal di tempat yang sepi dan tenang, memakan secukupnya (sedikit yang diperlukan saja), mengendalikan kata-kata, raga dan pikirannya, selalu terserap di dalam yoga meditasi, berlindung (kepadaNya) tanpa sesuatu keinginan duniawi.
53. Menjauhkan “rasa-kepunyaanku,” kekerasan, kepentingan pribadi, keinginan (dan nafsu), harta-benda; merasa dirinya bukan apa-apa dan bersifat damai — orang semacam ini pantas untuk bersatu dengan Sang Brahman.
Seorang pemuja, untuk mencapai Sang Brahman, harus berjuang melalui berbagai tahap-tahap yang jauh dari sifat-sifat duniawi. Yang pertama adalah sadar akan pengetahuan yang sejati dan pengetahuan ini dicapai melalui karma (tindakan atau perbuatan yang tidak mementingkan diri pribadi. Yang kedua, lain menyusul dedikasi dalam pemujaannya kepada Yang Maha Esa.
Sewaktu mencapai pengetahuan sejati melalui tindakan atau perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri, maka sang pemuja Yang Maha Esa ini mengalami berbagai hal seperti berikut:
a. Timbul dalam dirinya suatu pengertian yang bersih, suci dan murni, dan bangkit juga tekadnya akan hal-hal yang bersih, suci dan murni, yang lepas dari ilusi-ilusi duniawi; dan sang pemuja ini sadar bahwa raganya lain dengan Yang menumpang raganya, yaitu Sang Atman.
b. la menjauhi semua kenikmatan-kenikmatan sensual atau indra-indranya seperti menjauhi suara-suara yang berisik, yang penuh polusi dan rangsangan sensual, dan lain sebagainya yang menyebabkan gangguan pada jiwa; juga menjauhi melihat dan menyentuh hal-hal yang negatif baginya.
c. la akan mampu mengendalikan dirinya dan berada di atas sifat-sifat dualislik yang saling bertentangan seperti suka-duka, cinta-benci, panas-dingin, dan seterusnya.
d. la akan menyenangi tempat yang sepi dan tenang.
e. Makan-minumnya, tidur dan bicaranya akan secukupnya saja, amat bersahaja dan sattvik sifatnya. Baginya sedikit tetapi mencukupi sudah amat baik baginya.
f. la terkendali dalam kebutuhan dan gerak-gerik tubuhnya, pikirannya dan pembicaraannya.
g.  la selalu terserap dalam meditasi, demi Kebenaran Yang Sejati, demi Yang Maha Esa.
h. Jauh dari rasa keinginan-keinginan duniawi, dari nafsu dan mengarah kepada hal-hal yang tidak bersifat duniawi atau keterikatan (vairagya).
i. Jauh dari ambisi, rasa memiliki atau “aku,” kepalsuan, kekerasan, kesombongan, ego, nafsu, dan rasa marah.
j. Selalu bersikap damai, penuh dengan ketenangan jiwa, sopan-santun, budi baik, penuh simpati kepada sesama makhluk, penolong dan tidak serakah.
54. Menyatu dengan Sang Brahman, jiwanya tenang, ia tidak bersedih, atau bernafsu. Memandang setiap benda dan makhluk sama rata, ia mencapai dedikasi nan agung di dalamKu.
Seorang pemuja Yang Maha Esa yang telah menyatu akhirnya dengan Sang Brahman, tak akan pernah bersedih untuk apapun juga dan tak pernah bernafsu untuk hal-hal yang bersifat duniawi maupun yang bersifat spiritual demi kebutuhan-kebutuhan egonya. Raga, jiwa dan batinnya telah berubah suci, bersih dan murni, dan ia telah lepas dari semua karma-karmanya. la bahagia dengan dirinya sendiri. la melihat secara sama-rata pada setiap benda dan makhluk. la mencintai Yang Maha Esa dengan penuh bakti, kasih yang tulus dan dedikasi yang murni. Bagi Yang Maha Esa, Sang Kreshna, pemuja semacam ini adalah agung dan merupakan Sang Atman sendiri secara keseluruhan. Dan bakti pemuja ini dianggap berada di atas semua sifat-sifat alam (guna-guna) Sang Maya (Prakriti), di atas semua bentuk karma.
Bakti pemuja semacam ini sesungguhnya mulai setelah ia menyadari atau mendapatkan penerangan Ilahi. Begitu bergabung dengan penerangan yang dikaruniakan Yang Maha Esa, maka tindak-tanduknya, intuisi, maupun pemikiran dan pemujaannya akan sinkron dan selaras dengan kehendak Yang Maha Esa (Sang Atman), pemujaannya akan penuh dedikasi yang tulus dan murni, secara sejati ia akan memuja Yang Maha Esa.
55. Dengan dedikasi dan kesetiaan ia mengenalKu, (menyadari) apa kemampuanKu dan apa Aku ini dalam arti yang sejati, kemudian setelah mengenalKu secara sejati, maka berlanjutlah ia memasuki Itu, Yang Maha Agung.
Untuk mencapai atau memasuki Sang Brahman adalah dengan mencintai dan mengasihi Sang Kreshna setulus-tulusnya. Untuk mencintai Sang Kreshna adalah dengan mengenal Sang Kreshna dulu, mengenal betapa menakjubkan Ia, apa saja bentuk sejati dari sifat-sifatNya, keajaiban-keajaibanNya, mukjizat-mukjizatNya dan kegaibanNya, keagungan dan kebesaranNya.  Untuk mengetahui ini semua adalah dengan memasuki kehidupanNya. Dan seseorang bekerja dan bertindak bukan untuk dirinya lagi, tetapi hanya demi Ia semata. Jadi dengan kata lain, klimaks dari kesadaran akan kasih itu sebenarnya terletak pada bhakti (bakti) dan prema (kasih-Ilahi). Memasuki atau menyatu dengan Yang Maha Esa bukan berarti “menyia-nyiakan diri kita,” tetapi lebih berarti bahwa Sang Jiwa kita harus dilepaskan dari ikatan-ikatan duniawinya, kemudian akan terbukalah tabir yang selama ini menutupi jiwa kita, dan terlihatlah sifat gaib Yang Maha Esa dalam diri kita, yang sebenarnya adalah duplikat atau rupa dari Yang Maha Suci dan Agung, Sang Kreshna Yang Sejati; Menyatu atau masuk ke dalamNya berarti menjadi gambaranNya, menjadi seperti Sang Kreshna. Dan karena Sang Kreshna, Yang Maha Esa, itu kasih adanya, maka menyatu denganNya berarti mencintai dengan kasih Yang Tak Kunjung Habis secara konstan dan abadi, selama-lamanya, kepadaNya dan sesama makhluk dan manusia di alam semesta ini. Bayangkan seperti apakah kasih ini: di luar kata-kata untuk menggambarkan kebesaran dan keagunganNya, di luar batas-batas khayalan manusia awam!
Mencintai Sang Kreshna adalah dengan (sekali lagi!) mengenalNya, mengenal sifat-sifatNya yang paling dalam mengenal kebenaran apa saja Ia ini sebenarnya. Melalui pengetahuan kasih ini, Sang Jiwa kita akan memasukiNya. Dan dengan dedikasi yang disertai dengan kasih yang tulus dan sejati, maka Sang Jiwa akan tinggal di dalam Sang Kreshna sampai saat ajal datang menjemput, kemudian secara abadi ia larut dan bersatu tinggal di dalam Yang Maha Esa (setelah kematian pemuja yang tulus ini).
56. Melakukan semua tindakan secara konstan, apapun jenis tindakan ini, berlindung kepadaKu, dengan karuniaKu, ia akan mencapai tempat nan abadi, yang tak pernah binasa.
Dalam sloka ini Sang Kreshna menggabungkan seluruh doktrin atau ajaran-ajaranNya yang terdiri dari unsur-unsur karma, gnana dan bhakti. Seorang pemuja Sang Kreshna yang sejati tidak perlu malu-malu untuk ber-karma. la dapat melakukan pekerjaan apa saja yang positif tentunya, selama itu disertai oleh rasa bhakti yang tulus. Dan karunia Yang Maha Esa akan memutuskan seluruh ikatan-ikatan karmanya. Seseorang yang secara sejati telah bersandar kepada Sang Kreshna, Yang Maha Esa, walau ia bertindak apa saja, apapun yang dilakukannya walau mungkin terkesan salah bagi sebagian orang, sebenarnya hasil atau buah dari perbuatan itu sudah diambil dan dinetralisir oleh Yang Maha Kuasa. Pemuja ini sebenarnya sudah bersandar total kepadaNya, dan hanya hidup dan bekerja atas karuniaNya yang sejati.   Ada tiga pemikiran yang dapat disimpulkan dari sloka-sloka di atas, yaitu:
a. Sang Jiwa dituntun ke arah gnana (pcngetahuan atau kesadaran) oleh tindakan-tindakan yang tanpa pamrih, atau yang telah dipasrahkan secara total kepada Yang Maha Esa.
b. Sarnagati, yaitu bersandar pada Yang Maha Kuasa, (walaupun mungkin dengan motif-motif yang penuh dengan maksud-maksud pribadi), mendedikasikan berbagai kewajiban-kewajiban kepadaNya.
c. Prema-bhakti, yaitu melalui cinta atau kasih yang agung dan suci.
57. Menyerahkan dalam pikiran semua tindakan kepadaKu, memandangKu sebagai Yang Maha Agung, berlindung dalam buddhi-yoga, yoga kebijaksanaan yang dapat membedakan, maka pusatkanlah pikiranmu senantiasa kepadaKu.
Di sloka ini Sang Kreshna bersabda agar secara mental Arjuna mcnyerahkan atau memasrahkan semua tindakan-tindakannya kepada Yang Maha Esa dari lubuk hati dan jiwanya secara tulus dan sejati.
Yang dimaksud di sini amat penting, yaitu menjadikan diri kita tidak lain dan tidak bukan semacam wakil atau utusan dari Yang Maha Esa Itu sendiri, yang ditugaskan bekerja dan beribadah kepadaNya di bumi ini, sesuai dengan kehendakNya, dan senantiasalah berpikir akan Yang Maha Esa dan memohon petunjuk-petunjuk dan tuntunan-tuntunanNya. Kemudian secara tulus memasrahkan secara total semua perbuatan itu dan hasil-hasilnya kepada Yang Maha Esa: terjadilah kehendakNya. Dan janganlah ini disertai dengan pamrih atau pemikiran akan imbalan sedikitpun, sekecil apapun, janganlah terlintas pikiran akan pamrih ini! Dengan belajar, berusaha dan mempraktekkan tahap demi tahap, langkah demi langkah buddhi-yoga sebagai dasar dari semua yoga-yoga lainnya, seseorang harus hidup di dunia ini dengan segala kewajiban-kcwajibannya, dengan segala efek dan aspek dari kewajiban, perbuatan, pekerjaan dan aksi ini, bukannya melarikan diri dari semua aspek kehidupan yang kita hadapi ini dengan berbagai alasan, misalnya berdosa atau sukar melakukan sesuatu. Semua alasan-alasan yang dicari untuk menghindar dari aksi-aksi yang positif dan sesuai dengan kewajiban adalah kebodohan yang amat sangat. Bekerjalah, berbuatlah, berkarmalah, beraksilah, semuanya dengan dasar kewajiban kita, memakai istilah agama Islam, berdasarkan ibadah kita kepada Yang Maha Kuasa, dan serahkan hasilnya secara total dan murni kepadaNya semata. Dengan demikian bersihlah karma kita dari ikatan-ikatan duniawi ini. Sekali lagi, bersatulah dengan Yang Maha Esa dalam tekad, iman, jiwa dan kesadaran!
58. Berpikir akan Aku, maka dikau akan mengatasi semua rintangan-rintangan dengan karuniaKu. Tetapi kalau terdorong rasa egoisme dikau tak mau mendengarkan Aku, maka dikau akan binasa.
Sang Jiwa harus bermeditasi kepada Sang Kreshna dan melupakan pikiran akan kepentingan diri-pribadinya sendiri. Seseorang yang telah membunuh rasa egonya, akan mendapatkan bimbingan Sang Kreshna ke arah sukses spiritual. Tetapi seseorang yang karena hanya mementingkan egonya dan tak mau acuh kepada ajaran-ajaran Sang Kreshna akan binasa. Jadi tinggal memilih sendiri keselamatan atau kehancuran. Kalau kita menginginkan kehancuran maka percayalah diri-sendiri dan ikutilah segala kemauan diri ini. Kita bisa saja menentang yang Maha Esa, tetapi tidak mungkin menentang kehendakNya. Sekali menentangNya, maka jatuh, hancur dan binasalah kita, dalam arti masuk ke dalam lingkaran setan kelahiran dan kematian yang seakan-akan tidak ada habis-habisnya.
Seandainya secara salah kita mengidentifikasi diri kita dengan badan dan pikiran kita, dan hanya tergantung pada “ego” kita, (dan berpikir bahwa kitalah pelaku setiap tindakan) atau pun yang ada disekitar kita berdasarkan ego kita pribadi, maka kita pasti akan jatuh. Dengan demikian kita akan jauh dari Yang Maha Esa, kalau kita makin jauh maka kita akan bertambah kotor dan penuh dengan polusi duniawi, dan hancurlah kita kemudian jadinya. Biasanya rasa kesombongan, ego dan kebesaran kita akan diri kita ini akan hancur dahulu sebelum kita sendiri kemudian menyusul hancur. Tetapi bergandengan tangan dengan Sang Kreshna Yang Maha Pengasih dan Penyayang, maka tujuan dan sukses pasti akan tercapai. Dengan kata lain, kejatuhan sang jiwa kita adalah karena tidak patuhnya, karena pertentangan kita dengan kehendakNya. Dalam perjalanan atau evolusi hidupnya Sang Jiwa ini lalu menjadi cacat dan cemar, dan inilah yang disebut kehancuran dan kejatuhan Sang Jiwa ini ke dalam kegelapan.
59. Kalau bertahan dalam egoisme, dikau berpikir, “Aku tak akan berperang,” maka ketahuilah bahwa keputusanmu itu sia-sia saja. Alam (pembawaan dan takdir) akan memaksamu untuk bertindak!
60. Oh Arjuna, terikat oleh tindakan-tindakanmu sendiri, lahir dari sifatmu sendiri. Hal-hal yang karena kekurang-sadaranmu tidak ingin kau lakukan, tanpa daya akan kau lakukan juga.
Seandainya Arjuna yang berstatus kshatriya ini tidak ingin berperang karena rasa egonya yang salah tidak menginginkan ia berperang. Tetapi tanpa akan disadarinya segala naluri alaminya, sifat dan pembawaannya beserta takdir yang sudah digariskan Yang Maha Kuasa akan memaksanya untuk bertindak dan berperang demi kelangsungan hidupnya atau demi alasan-alasan lainnya.  Semua tindakan ini sebenarnya berdasarkan akan karma-karma yang kita buat sendiri pada kelahiran-kelahiran yang lalu. Jalan yang paling benar secara spiritual dan kejiwaan adalah dengan mempersembahkan secara tulus dan penuh kesadaran jivva-raga kita kembali kepada Yang Maha Esa. Lalu karma-karma kita secara tahap demi tahap akan menyesuaikan diri dan berubah karakternya menjadi penuh dengan dedikasi dan kesetiaan demi Yang Maha Kuasa. Bahkan seorang yogipun tak akan bisa berubah sekaligus, semua atau setiap orang harus melalui tahap penyerahan total kepadaNya dulu. Ada suatu hal yang tak dapat kita perkirakan, yaitu episode-episode yang akan terjadi dalam perjalanan hidup kita ini, bahkan setiap hari kita jumpai kisah-kisah yang penuh dengan pengalaman yang unik, dan semua itu bisa saja jauh dari perkiraan dan rencana kita yang sudah matang. Bahkan sering kita melakukan hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan dulunya, bahkan sering sekali kita melakukan hal-hal tanpa kesadaran; sering sekali bahkan secara suka-rela, sering juga tanpa daya dan terpaksa, hal-hal ini semuanya ada yang bertentangan dengan diri kita, ada yang selaras, ada yang setelah dilakukan menimbulkan sesal, ada yang setelah dilakukan secara terpaksa tetapi kemudian mendatangkan suatu kesenangan tersendiri. Sebenarnya tanpa kesadaran kita, semua ini telah diatur dan tercipta sewaktu kita sendiri mulai tercipta di dunia ini bahkan mungkin sebelumnya.  Seperti wayang atau pemain sandiwara kita ini sudah diatur cara bermainnya oleh sang dalang dan sutradaranya, mau tak mau kita harus memainkan peranan kita masing-masing, karena itulah karma-karma kita yang berjalan di bawah kuasa Sang Prakriti.
61. Yang Maha Esa bersemayam di dalam hati (jiwa) setiap makhluk, oh Arjuna, mengakibatkan mereka terputar oleh Sang Maya (kekuatanNya), ibarat makhluk-makhluk ini diletakkan di atas suatu alat (yang berputar).
Sebenarnya semua yang kita berbuat adalah perbuatan atau kehendak Yang Maha Esa itu sendiri yang bersemayam di dalam jiwa kita dan dalam jiwa setiap makhluk lainnya. Ia lah yang ‘membolak-balikkan” kita tanpa kita bisa berdaya atau menentang kehendakNya sedikitpun, dan alat pemutar ini adalah Sang Maya (ilusi, tenaga alami, dan juga kekuatanNya). Sering alat-pemutar ini disebut juga ibarat gangsing oleh penterjemah sloka ini di versi-versi lain dari Bhagavat Gita). Yang Maha Esa adalah ibarat seorang dalang dalam pertunjukan, Yang Mengatur segala-galanya baik segi kostum, tata-ruang, penampilan dan semua gerak-gerik dan dialog kita. Sedangkan motor penggerak atau alat penggerak dibalik semua itu adalah Ia juga dalam benluk kekuatannya, yaitu Sang Maya yang diciptakanNya Sendiri; tanpa Sang Maya tidak akan ada kekacauan dan kebaikan di dunia ini. Sang Maya ini dengan kehendakNya membuat kita “menang, berlari, jatuh-bangun, tunggang-langgang, terbuai, dan lain sebagainya.
Yang Maha Esa ini, oh manusia, Yang Menentukan seseorang harus berperang, berjuang, dan melawan kegelapan, kezaliman dan kekurangan pengetahuan kita. Prakriti memberikan kepada setiap makhluk, manusia dan benda peranan-peranan tertentu dalam kehidupan kita ini, tetapi semua itu juga diikuti oleh ikatan-ikatan duniawi, jadi mau tak mau harus bertindak, berbuat dan beraksi sesuai dengan pola dari Sang Prakriti ini (kekuatanNya).
Di alam semesta ini yang merupakan suatu roda dari Sang Waktu, maka Yang Maha Kuasa telah menggariskan atau merencanakan setiap karma bagi setiap makhluk-makhluk ciptaanNya yang harus dilaksanakan oleh makhluk-makhluk ini. Jadi setiap manusia dan makhluk dan benda harus berputar atau berfungsi ibarat di atas suatu alat pemutar pembuat keramik, dan sewaktu diputar ini maka keramiknya atau tanah-liat yang akan dijadikan benda keramik inipun dipoles dan dibentuk sesuai dengan kehendak dan cita-rasa sang pembuat keramik. Dan dalam proses pembuatan keramik ini, tentu saja tidak semua keramik ini akan terbentuk dengan sempurna atau sama. Ada yang cacat, dan ada juga yang pecah berantakan, tetapi banyak juga yang cantik dan sempurna bentuknya. Jadi dengan kata lain, tidak ada suatu kejadian atau nasib atau takdir yang kebetulan sifatnya atau penuh dengan “seandainya,” yang ada hanyalah Yang Maha Esa dan semua rencana-rencanaNya, tidak lebih dan tidak kurang!
62. Berlarilah mencari perlindungan di dalamNya dengan segenap jiwa-ragamu, oh Arjuna! Dengan karuniaNya dikau akan mendapatkan Kedamaian Yang Agung — Tempat Tinggal Yang Abadi.
Sang Kreshna Yang Maha Bijaksana setelah mengajarkan rahasia yang amat suci dan agung sifat ini, masih saja bersifat amat demokratis dan tidak mau menang sendiri atau memaksakan ajaran-ajaran ini kepada Arjuna atau kita semua. Malahan Ia menganjurkan agar semua ajaran dan wejangan ini dipelajari dan direnungkan dulu, dengan kata lain, kita semua diberikan kebebasan olehNya untuk bertindak atau memutuskan apa kita ingin mengikuti semua ajaran-ajaran ini secara semestinya, atau ingin bebas beritikad sesuai dengan selera kita sendiri.
Pengetahuan tentang kesadaran atau pencapaian Sang Brahman oleh manusia melalui tindakan atau perbuatan tanpa pamrih secara total adalah sebuah rahasia atau misteri yang sifatnya lebih dari rahasia itu sendiri, apapun bentuk rahasia itu. Rahasia yang lainnya adalah bahwa Sang Kreshna, Yang Maha Esa itu, adalah monitor yang bersemayam di dalam diri setiap makhluk, yang sebenarnya menyelenggarakan dan yang dengan kekuatanNya (Sang Maya) mcmbuat kita bertindak, berbuat, bekerja, beraksi dan “menari-nari” tanpa daya di panggung dunia ini. Maka berlindunglah selalu kepadaNya semata, kepada Yang Maha Esa, kepada Sang Kreshna Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kebijaksanaan ini amat jelas sifatnya, terserah kepada kita semua mau mengikuti semua ajaran-ajaran kebijaksanaan ini dan mengamalkan kepada sesama kita dan demi Yang Maha Esa tanpa pamrih atau mengikuti kehendak pribadi kita sendiri. Yang Maha Esa jelas sifat dan pendirianNya, yaitu amat demokratis dan tidak memaksa. Semua ini tentunya kembali lagi kepada kita untuk direnungkan dan dijalani.
63. Demikianlah ilmu pengetahuan yang paling rahasia dari semua mistik, telah Ku-ajarkan kepadamu; Setelah mempertimbangkan semua ini sepenuhnya, bertindaklah seperti yang engkau kehendaki.
Setelah sekian banyak ajaran yang telah diberikan Kreshna kepada Arjuna, hingga saat ini. Dia sepenuhnya menyerahkan segala keputusan akhir di tangan Arjuna sendiri, yang bebas memilih dan menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya. Disini Arjuna harus menemukan jati dirinya terlebih dahulu agar dapat menentukan arah yang tepat dan benar bagi penentuan selanjutnya. Ajaran dari Sri Kreshna ini bukanlah indoktrinasi dan memberikan kebebasan penuh kepada siswa untuk mempergunakan penalaran dan kemampuan pemahamannya dalam mengambil keputusan akhir.
64. Dengarkanlah lagi kata-kataKu yang agung, yang paling rahasia sifatnya dibandingkan semuanya. Dikau adalah yang amat Kukasihi, maka akan Kukatakan kepadamu demi kebaikanmu.
Sebenarnya sabda atau wejangan-wejangan Sang Kreshna adalah “sabda-sabda nan agung” sifatnya, yang menjadi intisari dari Bhagavat Gita, intisari dari yoga atau ilmu pengetahuan yang sejati.
65. Pusatkanlah pikiranmu padaKu; berdedikasilah kepadaKu; berkorbanlah demi Aku; sujudkanlah dirimu di hadapanKu. Maka dikau dengan demikian akan datang kepadaKu. Aku menjamin dikau dengan kebenaranKu; dikau adalah kesayanganKu!
Arjuna adalah kesayangan Sang Kreshna, maka diturunkanlah ajaran mengenai bhakti yang amat murni sifatnya ini kepadanya.  Sang Kreshna atau Yang Maha Esa pun menyayangi kita semua, dan diturunkanlah ajaran Bhagavat Gita kepada kita semuanya, maka dengan memberikan segenap jiwa-raga kita secara total kepadaNya, dengan mencintai dan mengasihiNya, memujaNya, selalu mengingatNya, tunduk dan bersujud selalu kepadaNya bekerja untukNya semata apapun jenis pekerjaan itu tanpa pamrih, maka kita semua akan menemukanNya, menemukan Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan dari segala bentuk kehidupan dan tujuan kehidupan ini, kehidupan kita semua ini. Om Tat Sat.
66. Serahkanlah semua kewajiban, datanglah kepadaKu semata untuk berlindung. Janganlah bersedih! Akan Kubebaskan dikau dari semua dosa-dosa.
Sloka ini dianggap sebagai sloka yang amat penting dalam Bhagavat Gita, dan merupakan suatu ungkapan dan ajaran yang dianggap amat rahasia sekaligus penuh dengan kasih-sayang Yang Maha Esa yang tak terbatas. Ajaran atau wejangan ini dianggap sebagai suatu kebijaksanaan yang amat dalam artinya dan menjadi patokan yang amat disegani dan dihormati oleh umat Hindu yang suci semenjak ribuan tahun yang silam di India dan di mana saja agama Hindu ini berkembang. “Serahkan semua kewajiban,” pada sloka ini berarti tanggalkan atau lepaskanlah dharma yang ditekankan atau terdapat di pustaka-pustaka suci kuno untuk sesuatu yang nilainya lebih luhur dan agung, yaitu dengan menjadikan Yang Maha Esa secara tunggal tempat kita berlindung, memohon dan mengabdi, dan memandangnya sebagai Yang mengayom dan Yang Menuntun kita sesuai dengan kehendakNya semata. Jangan membuang-buang waktu untuk mendiskusikan soal kasta yang sudah jelas maksudnya, yaitu pembagian kerja dan bukan perbedaan status atau diskriminasi. Jangan membuang-buang waktu yang berharga dengan melakukan tradisi dan upacara-upacara yang membingungkan dan membuang-buang energi, tetapi langsung saja menuju ke suatu perbuatan nyata yang hakiki dan sejati sifatnya, yang tanpa pamrih demi dan untuk Yang Maha Esa semata, dan bukan demi kepuasan mata, kepuasan jiwa atau indra-indra dan pikiran pribadi kita. Janganlah menerapkan kewajiban-kewajiban atau instruksi-instruksi dalam dharma-shastra kita secara ngawur dan salah, secara metafisik dan etika belaka, tetapi lakukanlah secara murni sesuai dengan sabda-sabda Sang Kreshna, Tuhan dari semua dewa-dewa dan kekuatan-kekuatan di alam semesta ini. Semua kewajiban dan instruksi yang terdapat di dalam dharma-shastra ini akan hilang nilai dan artinya sekali seseorang sudah melakukan bhakti yang luhur dan tulus kepada Yang Maha Esa secara langsung.
Seorang jignasu (pencari kebenaran) harus menyerahkan secara total, jiwa dan raganya bagi Yang Maha Esa, dan Yang Maha Esa pasti akan membebaskannya dari segala dosa-dosa dan keterbatasannya, dari kekurang-pengetahuannya dan dari semua segi negatifnya. Ini adalah janji tulus Sang Kreshna, Yang Maha Esa, kepada kita semua dan ini menunjukkan kasihNya Yang Agung dan Suci. Rahasia ke Tuhan Yang Maha Suci adalah bhakti yang tulus dan tanpa pamrih, tanpa benci, tanpa keinginan duniawi, tetapi hanya demi dan untuk Ia semata. Terjadilah kehendakNya.  Om Tat Sat.
Seseorang yang dedikasinya kepada Yang Maha Esa masih dalam taraf yang belum matang, sewaktu bertindak sesuatu akan menganalisa dan mengkonfirmasikan setiap tindakan dan efeknya secara mental, fisik, moral, kewajiban, hukum, kaidah, kegunaan, bahkan dari segi spiritual juga akan diperhitungkan olehnya. Tetapi sekali ia berjalan dan berdedikasi secara tulus, tanpa pamrih dan dengan kesadaran yang matang, maka semua unsur, kaidah, dan nilai-nilai kewajibannya akan sirna, dan kemudian hanya timbul satu kesadaran Ilahi yang amat sukar diterangkan dengan kata-kata atau bahasa awam. Kesadaran ini bentuknya amat spiritual dan orientasinya hanya Yang Maha Esa semata. Di sini semua yang dikerjakan, diperbuat dan setiap aksi akan menjadi ibadah atau dedikasi yang amat tulus sifatnya dan setiap bentuk perbuatan pemuja ini akan sinkron dengan kehendakNya, dan inilah misteri dari kehendakNya, yang hanya bisa dimengerti secara spiritual dan duniawi oleh pemuja itu berkat karuniaNya juga.  Suatu bentuk pengalaman atau kehidupan yang sukar dapat diterangkan dengan logika duniawi. Maka seyogyanyalah jangan menjadikan diri anda sebagai budak dari tradisi, kewajiban yang belum tentu positif nilainya, atau sesuatu tindakan yang nampaknya positif berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Ini bukan wejangan sesat atau ajaran Sang Kreshna yang salah, tetapi bhakti yang tulus kepada Yang Maha Esa memang akan menimbulkan semacam prema (kasih-Ilahi) yang tak terbatas agung dan suci yang penuh dengan pengetahuan-pengetahuan spiritual yang sukar dijangkau dengan logika duniawi, dan sukar diterangkan dengan kata-kata biasa, dan kebijaksanaan atau kesadaran Ilahi ini berada di atas semua kebaikan dan keburukan duniawi. Tanggalkanlah semua baju-baju duniawi anda, dan secara “telanjang-bulat” lepaslah dari nafsu-nafsu dan keinginan. Sambutlah Yang Maha Esa dengan bhakti yang tulus, berlindunglah di dalamNya dan selalulah berdoa “terjadilah kehendakNya.” Inilah intisari ajaran Bhagavat Gita yang agung dan suci ini. Aliran Ramanuja di India menyimpulkan sloka 66 ini sebagai intisari atau klimak dari ajaran Bhagavat Gita. Bekerja, bertindak dan berbuat suatu apapun; misalnya hal-hal yang dianggap terbaik dan suci, tetapi demi Yang Maha Esa semata dan tanpa harapan akan imbalan, maka perbuatan ini akan dilindungi oleh Yang Maha Esa dan sang pemujanya akan diselamatkan dari segala mara bahaya. Tetapi kalau sang pemuja sebaliknya berpikir bahwa semua tindakan tanpa pamrih ini malahan akan melepaskannya dari mara-bahaya dan akan dilindungi oleh Yang Maha Esa, maka pikiran semacam ini tidak murni lagi karena sudah terkena polusi dari pamrih itu sendiri. Ingat secercah harapan sekecil apapun merupakan tanda bahwa dedikasi itu sudah tidak murni lagi. “Terjadilah kehendakNya,” apapun itu!  Baik yang terlihat negatif maupun positif, Yang Maha Esa yang tahu apakah hasil dan efek yang diberikannya kepada seseorang itu negatif atau positif. Seorang yang bersatu denganNya secara sejati akan mendapatkan juga pengetahuan ini, dan ia akan selalu bahagia dengan apapun yang dibcrikan oleh Yang Maha Esa kepadanya.  Om Tat Sat.
67. Jangan sekali-kali dikau bicarakan ajaran ini kepada seseorang yang tidak berdisiplin secara spiritual dalam hidupnya, juga tidak kepada seseorang yang tak memiliki dedikasi, juga tidak kepada seseorang yang tidak ingin mendengarkannya, juga tidak kepada yang menjelek-jelekkan Aku.
Kebenaran yang sejati ini jangan diajarkan atau dibicarakan dengan mereka-mereka yang hidupnya penuh dengan kemewahan dan kenikmatan duniawi, yang sudah terbius oleh semua unsur duniawi ini juga tidak kepada yang tak memiliki dedikasi atau ibadah kepadaNya, atau kepada mereka-mereka yang tak mau melakukan disiplin-disiplin spiritual seperti puasa, pemujaan, sembahyang, meditasi dan kegiatan-kegiatan spiritual lainnya yang berorientasi kepada Yang Maha Esa, atau mereka-mereka yang tidak mau memikirkan sesamanya. Jangan juga ajarkan Bhagavat Gita kepada orang-orang yang anti-Tuhan dan yang senang dan gemar menjelek-jelekkan Tuhan Yang Maha Esa. Juga jangan ajarkan Bhagavat Gita kepada mereka yang nafsu sensualnya terlalu besar, atau mereka-mereka yang selalu mencari-cari kesalahan dalam setiap agama dan ajaran-ajaran suci lainnya. Karena ini sama saja meletakkan sebutir mutiara yang berharga dihadapan seekor babi, yang hanya senang makan kotoran dan tidak sadar atau tahu akan nilai mutiara ini.
Ajarkanlah Bhagavat Gita kepada mereka yang memperlihatkan dedikasi yang tinggi kepadaNya, yang hidupnya penuh dengan perbuatan baik bagi sesamanya, yang berdisiplin secara spiritual, karena orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat ini akan salah mengerti akan ajaran-ajaran Bhagavat Gita, dan menyalah gunakannya. Jadi lebih baik tidak diajarkan, karena malahan akan menimbulkan kekacauan dan kebatilan daripada kebaikan dan kebenaran.
68. Seseorang yang membukakan (menjelaskan) rahasia agung ini kepada pemuja-pemujaKu, memperlihatkan dedikasi yang tertinggi kepadaKu – ia, tanpa diragukan, akan datang kepadaKu.

~ Article view : [518]

Related Articles


Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND
- Advertisement -

Latest Articles