Bab 5 Â TATA CARA MENGHATURKAN
Bab ini adalah mengenai tattwa yang harus kita ketahui mengenai tata cara menghaturkan persembahan.
MEMBERSIHKAN DIRI
Sebelum kita mebanten, terlebih dahulu kita membersihkan diri. Mandilah dengan bersih dan sambil mandi itu kita ucapkan berulang-ulang mantra :
“Om sarwa sarira parisudhamam swaha”.
Mandi bersih dengan menggunakan mantra ini tujuannya untuk membersihkan badan fisik kita dari hawa-hawa yang kurang bagus dalam tubuh kita. Sehingga kemudian badan fisik kita menjadi bersih, harum dan segar.
Kalau di dekat rumah kita ada pura beji atau pura pesiraman, lebih baik lagi kalau kita mandi disana sebelum mebanten. Karena di tempat- tempat suci seperti itu energi pembersihannya sangat besar. Ini terutama baik sekali bila kita lakukan sebelum mebanten pada hari-hari raya besar, atau pada rahina purnama, tilem dan kajeng kliwon. Tujuannya adalah untuk memurnikan energi di dalam diri kita sebelum kita mebanten. Tapi kalau tidak ada atau kita tidak punya waktu, cukup kita lakukan di kamar mandi saja.
Selesai mandi kita berganti pakaian dengan pakaian adat madya atau pakaian sembahyang.
NGELUNGSUR PERSEMBAHAN SEBELUMNYA
Sebelum kita mebanten, terlebih dahulu kita sebaiknya ngelungsur canang atau persembahan lain sebelumnya yang ada di palinggih-palinggih. Ini adalah cara dasar untuk ngelungsur persembahan yang dapat digunakan untuk ngelungsur semua jenis persembahan. Caranya adalah sebagai berikut ini.
Di depan masing-masing setiap palinggih, kita tampilkan mudra amusti-karana [ujung ibu jari dan telunjuk tangan kanan serta ujung ibu jari tangan kiri bertemu mengarah keatas, jari-jari lain digenggam sebagai dasar].
Kemudian kita ucapkan mantra :
“Om suksma sunia lebar ya namah swaha”
Kemudian lakukan sikap penghormatan simbolik dengan menampilkan mudra puja mencakupkan tangan di kening. Kedua ujung ibu jari bertemu di chakra ajna [chakra mata ketiga] dan jari-jari lainnya mengarah keatas.
Setelah itu barulah canang atau persembahan lain dari sebelumnya kita lungsur [ambil] dan sisa-sisa persembahan lain pada palinggih juga kita ambil sampai bersih.
MENYUCIKAN PERSEMBAHAN
Hendaknya sebelum dihaturkan kita melakukan prosesi untuk menyucikan persembahan. Ini adalah cara dasar untuk menyucikan persembahan yang dapat digunakan untuk menyucikan semua jenis persembahan.
Caranya sebagai berikut ini. Letakkanlah semua sarana persembahan [canang, segehan, tirtha, arak, berem, ataupun persembahan-persembahan lainnya] di hadapan kita.
Sebelum memulai hendaknya kita memohon restu kepada para Ista Dewata. Tampilkan mudra puja mencakupkan tangan di kening. Kedua ujung ibu jari bertemu di chakra ajna [chakra mata ketiga] dan jari-jari lainnya mengarah keatas. Kemudian kita ucapkan mantra :
“Om awignam astu namo siddham, Om siddhirastu tat astu astu swaha“
Ambilah sekuntum bunga.
Tampilkan mudra amusti-karana [ujung ibu jari dan telunjuk tangan kanan serta ujung ibu jari tangan kiri bertemu mengarah keatas, jari-jari lain digenggam sebagai dasar]. Bunganya kita letakkan di ujung jari kita.
Kemudian kita ucapkan mantra :
“Om puspa danta ya namah swaha, Omkara murcyate pras pras pranamya ya namah swaha“
Setelah selesai mengucapkan mantra, bunga kita lempar atau buang ke depan ke arah persembahan.
Ambil tirtha [air suci]. Â Semua sarana persembahan kita sirat-siratkan dengan tirtha sambil mengucapkan mantra :
“Om pratama sudha, dwitya sudha, tritya sudha, caturti sudha, pancamini sudha,
Om sudha sudha wariastu,
Om puspam samarpayami,
Om dupam samarpayami,
Om toyam samarpayami,
Om sarwa baktyam samarpayami, Om shanti shanti shanti Om“
Dengan demikian semua sarana persembahan telah tersucikan dan siap untuk kita haturkan.
MENYUCIKAN DAN MEMBENTENGI DIRI
Kemudian kita lakukan tata cara menyalakan api suci di dalam diri kita. Untuk penyucian diri kita sebagai sang yajamana dalam mebanten dan sekaligus mengundang Ista Dewata penguasa sembilan penjuru mata angin [Dewata Nawa Sanga] untuk menjaga kita supaya tidak mendapat gangguan dari segala bentuk kekuatan negatif ketika mebanten.
Tampilkan mudra amusti-karana.
Diam sejenak untuk mengheningkan pikiran kita. Setelah pikiran-perasaan kita cukup tenang dan jernih, ucapkan mantra :
“Om Ung Rah Phat astraya namaha, Om Atma tattwatma sudhamam swaha, Om Sri Pasupati Ung Phat swaha, Ong Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Om Ang Ung Mang”
Dengan demikian di dalam diri kita sebagai sang yajamana telah dinyalakan api suci. Diri kita disucikan dan sekaligus telah mendapat benteng perlindungan dari para Ista Dewata, sehingga telah siap untuk mebanten.
CARA MENGHATURKAN PERSEMBAHAN KE ALAM-ALAM SUCI
Ini adalah cara dasar untuk menghaturkan persembahan ke alam-alam suci yang dapat digunakan untuk menghaturkan semua jenis persembahan. Misalnya untuk menghaturkan canang, banten tipat dampulan, dsb-nya, saat kita mebanten di rumah. Atau juga untuk menghaturkan canang dan pejati saat kita tangkil sembahyang ke sebuah pura. Caranya sebagai berikut ini.
Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa, ketidak-tepatan yang sering terjadi dalam menghaturkan canang adalah tidak memperhatikan arah pengider-ideran Panca Dewata yang tepat. Misalnya bunga warna putih pada canang seharusnya di arah timur justru dipasang di arah utara. Padahal ketika kita menghaturkan canang sangat penting untuk meletakkan warna- warni pada posisi arah mata angin yang tepat. Jangan diletakkan ngawur secara sembarangan, karena ini berkaitan dengan kekuatan suci Sanghyang Panca Dewata dan hal-hal lainnya, agar canang sebagai segel suci niskala ini nantinya kekuatannya benar-benar dapat bekerja.
Bila canang dihaturkan sesuai dengan pengider-ideran Panca Dewata yang tepat, canang merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. Tapi kekuatan-nya akan menjadi lebih aktif jika kemudian segel suci suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan kekuatan mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kemurnian pikiran]. Sehingga turunlah karunia kekuatan suci semua Ista Dewata, yang memberikan kebaikan bagi alam sekitar dan semua mahluk.
Ini adalah tata-cara dasar untuk menghaturkan persembahan ke luhur [ke alam-alam suci]. Sekali lagi bahwa cara ini tidak terbatas hanya untuk menghaturkan canang saja, tapi juga dapat digunakan untuk menghaturkan segala jenis persembahan ke alam-alam suci. Seperti misalnya pada saat kita tangkil ke sebuah pura dan kita menghaturkan pejati, dsb-nya.
Inilah urutan caranya :
Unggahang canang [atau persembahan lain] sambil mengucapkan mantra :
“Om ta molah panca upacara Guru Paduka ya namah swaha“
Unggahang dupa sambil mengucapkan mantra :
“Ong Ang dupa dipa astraya namah swaha“
Dupa adalah segel niskala untuk mengundang kehadiran Sanghyang Triyodasasaksi [tiga belas manifestasi Sanghyang Acintya] sebagai saksi semesta pelaksanaan sebuah yadnya, Sanghyang Agni sebagai penghantar yadnya kepada para Ista Dewata dan Sanghyang Brahma sebagai penerang jiwa semua mahluk. Juga perlu sedikit ditambahkan, saat menghaturkan pada kompor gas yang cukup riskan dengan resiko kebakaran, untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan kita tidak usah ngunggahang dupa. Kita bisa gantikan dengan cara menyalakan api kompor. Karena yang penting adalah kehadiran api-nya. Setelah semua rangkaian proses menghaturkan canang di kompor gas ini selesai, matikan kompornya kembali.
Siratkan tirtha [air suci] sambil mengucapkan mantra :
“Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah swaha“
Kemudian kita lanjutkan dengan ngayabang [menghaturkan atau mempersembahkan] dupa dan canang [atau persembahan lain].
Saat ngayabang kita harus menggunakan tangan, dengan cara menjepit bunga dengan jari telunjuk dan jari tengah. Jangan menggunakan alat bantu lainnya seperti sa`abatau lain-lainnya. Selain itu kita harus hanya menggunakan tangan kanan. Gerakan ngayabang harus lembut dan jelas, dari sisi luar belakang ke arah depan.
Sambil ngayabang ucapkan mantra menghaturkan dupa :
“Om agnir-agnir jyotir-jyotir swaha, Ong dupham samarpayami swaha“
Terus ngayabang dan ucapkan mantra menghaturkan canang [atau persembahan lain] :
“Om dewa-dewi amukti sukham bhawantu namo namah swaha“
Catatan – Sesungguhnya ada mantra-mantra khusus untuk menghaturkan canang [atau persembahan lain] pada masing-masing palinggih atau pelangkiran di rumah. Misalnya contoh pada pelangkiran Dewa Brahma di dapur mantranya adalah “Om Saraswati pawitraning Brahma sakaya namo namah”. Tapi jika semuanya dibahas maka mantra-mantra ini jumlahnya akan menjadi banyak yang harus dihafalkan. Di dalam buku ini diupayakan untuk membuat panduan dasar yang ringkas, untuk orang-orang kebanyakan. Sehingga cukup menggunakan mantra universal penghaturan ke alam-alam suci ini. Mantra ini adalah mantra yang sangat universal untuk menghaturkan segala jenis persembahan ke alam-alam suci. Dapat digunakan untuk menghaturkan segala jenis persembahan di semua palinggih dan pelangkiran, termasuk juga saat kita tangkil ke sebuah pura.
Ngayabang diakhiri dengan mengucapkan shanti mantra untuk kedamaian alam semesta dan semua mahluk :
“Om shanti shanti shanti Om“
Selalulah menutup dengan mantra suci paramashanti [Om shanti shanti shanti Om] untuk kedamaian alam semesta dan semua mahluk. Hal ini bukanlah tanpa dasar. Kalau setiap orang di Pulau Bali mebanten [anggap saja] di sepuluh titik di rumahnya, lalu diseluruh Pulau Bali ada 100 ribu orang yang mebanten. Berarti hanya dalam satu hari itu saja di Pulau Bali mantra suci paramashanti diuncar sebanyak 1 juta kali. Bayangkan betapa kekuatan getaran energi damai mantra suci ini yang menggetarkan seluruh penjuru pulau.
MENGHATURKAN SEGEHAN
Terkait menghaturkan segehan, tentunya terdapat berbagai ragam rupa, bentuk dan jenis-jenis segehan.
Yang akan dijelaskan ini adalah cara dasar yang universal untuk menghaturkan persembahan ke alam-alam bawah, yang dapat digunakan untuk menghaturkan berbagai jenis segehan [kecuali untuk segehan saiban karena caranya berbeda]. Caranya adalah sebagai berikut ini.
Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa, ketidak-tepatan yang sering terjadi dalam menghaturkan segehan adalah tidak memperhatikan arah pengider-ideran Panca Dewata yang tepat. Misalnya nasi warna putih pada segehan seharusnya di arah timur justru dipasang di arah barat. Padahal ketika kita menghaturkan segehan sangat penting untuk meletakkan posisi segehan pada pengider-ideran yang tepat. Jangan diletakkan ngawur secara sembarangan, karena ini berkaitan dengan kekuatan suci Sanghyang Panca Dewata dan hal-hal lainnya. Sehingga segehan sebagai segel suci niskala ini nantinya kekuatannya benar-benar dapat bekerja.
Sama seperti canang, segehan jika dihaturkan sesuai dengan pengider- ideran yang tepat, juga merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. Tapi kekuatan-nya akan lebih aktif jika kemudian segel suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan kekuatan mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kejernihan dan kebajikan pikiran].
Menghaturkan segehan harus diawali dengan niat sebagai belas kasih dan kebaikan kepada para mahluk-mahluk alam bawah dan dijalankan sebagai sebuah upaya untuk mengurangi kesengsaraan mereka. Pancarkan rasa belas kasih dari hati kita dan pancarkan rasa damai dari upaya kita. Sifat mahluk alam-alam bawah sebenarnya tidaklah jahat. Mereka menjadi berbahaya karena manusia takut, menghakimi atau tidak menyukai mereka. Ketakutan, penghakiman atau rasa tidak suka ini membuat adrenalin di dalam diri manusia naik, dimana adrenalin yang naik ini menghasilkan energi yang dirasakan oleh mahluk alam-alam bawah sebagai
kekuatan yang hendak menyerang mereka. Itulah sesungguhnya yang menyebabkan mereka berbahaya. Keberadaan mereka seperti siklus berputarnya bunga yang dapat berevolusi menjadi sampah dan sampah yang dapat berevolusi menjadi bunga. Demikianlah evolusi jiwa-jiwa dalam siklus samsara, sesuai akumulasi karma kita masing-masing. Yang kita sebut sebagai mahluk-mahluk alam bawah, sangat mungkin di kehidupan-kehidupan sebelumnya adalah sesama manusia, yang bahkan kita kenal dekat. Alam kegelapan adalah sisi sampah dari alam suci. Tanpa kegelapan tidak ada kesucian. Tapi hakikat di dalam semua mahluk adalah sama, yaitu Atman. Sehingga menghadapi mereka, selalu dengan pikiran positif, tenang- seimbang, penuh belas kasih dan kebaikan. Lihatlah mereka bukan sebagai mahluk-mahluk jahat, melainkan sama seperti kita, yaitu mahluk yang sedang belajar berkembang menuju kesadaran atma. Dalam ajaran dharma kita memberikan mereka persembahan, serta mendoakan mereka agar mereka damai dan bahagia. Ini merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan kepada semua mahluk, sekaligus menebarkan energi keharmonisan dan kedamaian ke semua arah. Hasilnya sudah tentu mereka tidak akan mengganggu kita. Inilah urutan tata-cara dasar untuk menghaturkan persembahan segehan ke sor [ke alam-alam bawah], yaitu :
Cara menghaturkan segehan adalah dengan meletakkannya di natah atau di bawah [di pertiwi], bukan diletakan pada palinggih. Saat menghaturkan segehan juga harus memperhatikan arah mata angin terkait pengider-ideran Panca Dewata dan yang lain-lainnya secara tepat.
Pada waktu menghaturkan segehan hendaknya didampingi dengan menghaturkan canang. Canang ini berfungsi sebagai segel naungan kekuatan para Ista Dewata. Tapi jika saat menghaturkan segehan tidak didampingi dengan menghaturkan canang, maka selayaknya dalam ituk-ituk pada segehan berisi sedikit bunga. Bunga ini sama berfungsi sebagai segel naungan kekuatan para Ista Dewata.
Selipkan sebatang dupa pada segehan atau tancapkan di tanah. Dupa adalah segel niskala untuk mengundang kehadiran Sanghyang Triyodasasaksi [tiga belas manifestasi Sanghyang Acintya] sebagai saksi semesta pelaksanaan sebuah yadnya, Sanghyang Agni sebagai penghantar yadnya dan Sanghyang Brahma sebagai penerang jiwa semua mahluk. Secara tradisi pada segehan juga dipergunakan api takep [dari dua buah sabut kelapa kering yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda silang tapak dara atau swastika]. Kalau tidak ada api takep kita cukup menggunakan dupa saja. Yang terpenting adalah kehadiran api-nya.
Lanjutkan dengan metabuh. Kita tabuhkan berem dan arak dengan disiratkan memutar mengelilingi ke kiri atau berlawanan arah dengan jarum jam, masing-masing berem dan arak sebanyak 3 [tiga] kali. Memutar ke kiri adalah kekuatan memutar ke arah bawah [turun], atau ke alam-alam bawah. Ini kita lakukan sambil mengucapkan mantra : “Om ibek segara, Om ibek danu, Om ibek banyu premananing hulun“
Catatan : Saat menyiratkan memutar pertama ucapkan mantra “Om ibek segara”, menyiratkan memutar kedua ucapkan mantra “Om ibek danu”, menyiratkan memutar ketiga ucapkan mantra “Om ibek banyu premananing hulun“.
Siratkan tirtha [air suci] sambil mengucapkan mantra : “Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah swaha“
Ayabang segehan dengan menggunakan tangan kanan. Jepit bunga dengan jari telunjuk dan jari tengah. Gerakan ngayabang harus lembut dan jelas, dari sisi luar belakang ke arah depan. Sambil mengucapkan mantra menghaturkan segehan :
“Om buktiyantu Durga Katarah, Om buktiyantu Kala Mewaca,Om buktiyantu Bhuta Bhutangah, Om buktiyantu Sarwa Bhutanam, Om buktiyantu Pisaca Sanggyam”
Terus ngayabang dan ucapkan mantra untuk menyomiakan sarwa bhuta, untuk pencapaian kebahagiaan dan bebasnya dari kesengsaraan dari sarwa bhuta tersebut :
Om Ang Kang Kasolkaya Isana wosat,
Om swasti-swasti sarwa bhuta sarwa kala sukha pradana ya namah swaha, Om A Ta Sa Ba I sarwa butha sarwa kala murswah wesat Ah Ang,
Ong sah wesat ya namah swaha,
Om shanti shanti shanti Om“
Setelah selesai ngayabang, kita sirat-siratkan kembali tirtha [air suci] sambil mengucapkan mantra untuk mensucikan sarwa bhuta :
“Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah swaha,
Om ksama sampurna ya namah swaha,
Om siddhirastu tat astu astu swaha”
Kita tutup dengan metabuh sekali lagi. Kita tabuhkan berem dan arak, masing-masing berem dan arak sebanyak 3 [tiga] kali memutar dengan arah sebaliknya dengan yang sebelumnya, yaitu memutar mengelilingi ke kanan atau searah dengan jarum jam. Memutar ke kanan adalah kekuatan memutar ke arah atas [naik], atau ke alam-alam suci. Ini disebut ngeluhur, yaitu kekuatan untuk menghantar naik ke alam-alam suci. Ini kita lakukan sambil mengucapkan mantra :
“Om ibek segara, Om ibek danu, Om ibek banyu premananing hulun“
Dengan demikian kita telah memberikan hidangan nasi beserta lauk garam, bawang dan jahe, yang ditujukan ke sor [ke alam-alam bawah]. Sekaligus kita telah melakukan upaya untuk menyomiakan sarwa bhuta. Dengan satu-satunya tujuan, yaitu dengan dasar belas kasih dan kebaikan kita melakukan upaya untuk memberikan kebahagiaan dan kedamaian bagi sarwa bhuta [mahluk-mahluk alam bawah] dari semua arah yang ada di sekitar lingkungan kita.
Seburuk apapun para mahluk bawah tersebut, teruslah melihat mereka mahluk-mahluk baik, yang karena berbagai sebab saat ini sedang mengalami kesengsaraan, sehingga sangat memerlukan kebaikan hati kita. Ini satu- satunya cara untuk merubah mereka agar menjadi mahluk baik. Begitu mereka menjadi mahluk baik mereka tidak saja tidak akan mengganggu kita, tapi sekaligus di dalam diri jiwa kita sendiri juga menjadi terang dan indah.
~ Article view : [25267]