Bab 4 TEMPAT-TEMPAT MEBANTEN
Kita mengetahui bahwa terkait mebanten, ada bentuk tradisi dan tattwa yang berbeda-beda diantara satu daerah dan daerah lainnya. Terdapat berbagai ragam rupa dan bentuk segehan sesuai dengan arah tujuan upacara dan pembuatannya. Tentunya para pembaca saudara-saudara se-dharma memiliki bentuk tradisi dan tattwa yang beragam di tempat masing-masing. Tetaplah dijalankan sesuai tradisi dan tattwa setempat, tapi dengan berlandaskan pengetahuan tentang tattwa.
Di dalam buku ini, penulis hanya membuat sebuah tattwa panduan dasar mebanten yang ringkas atau inti-nya saja, tapi sekaligus juga dampaknya dapat bekerja dengan efektif. Dalam bentuk paling inti kita menggunakan sarana canang dan segehan untuk mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan getaran energi yang ada di sekitar kita.
Astungkara diri kita sendiri beserta orang-orang disekitar lingkungan kita dan semua mahluk akan dapat menerima getaran energi kedamaian.
Dalam konsepsi mandala paling ringkas [inti] atau paling mendasar, canang kita haturkan pada :
1. Di semua palinggih yang ada di rumah. 2. Di semua pelangkiran yang ada di rumah. 3. Di tempat memasak utama di rumah. Kalau jaman dahulu pada tempat memasak dengan kayu bakar. Kalau jaman sekarang mungkin pada kompor gas. [Tapi untuk alasan keamanan, pada kompor gas sebaiknya tidak usah dihaturkan dupa. Ini akan dijelaskan pada bagian selanjutnya]. 4. Di sumber air utama di rumah. Kalau jaman dahulu pada sumur. Kalau jaman sekarang kebanyakan jarang yang punya sumur, jadi haturkan pada sumur bor [kalau ada], pada meteran PDAM, atau pada tempat dimana kita menyimpan air.
5. Di tempat utama menyimpan beras. Kalau jaman dahulu pada lumbung padi. Kalau jaman sekarang kebanyakan jarang yang punya lumbung padi, jadi haturkan pada tempat dimana kita menyimpan beras.
6. Di apit lawang atau apit surang, yaitu pada kanan-kiri gerbang rumah.
Untuk segehan, cara meletakkannya adalah di natah atau di bawah [di pertiwi], bukan diletakan pada palinggih. Dimana dalam konsepsi mandala paling ringkas [inti] segehan kita haturkan pada :
1. Di bawah semua palinggih haturkan segehan putih-kuning, kecuali…
2. Di bawah palinggih Taksu [rong dua] haturkan segehan manca-warna.
3. Di bawah palinggih Penunggun Karang haturkan segehan putih-hitam [poleng].
4. Di tengah halaman rumah [natah] haturkan segehan manca-warna.
5. Di depan pintu masuk ke bangunan rumah, haturkan segehan manca- warna.
6. Di lebuh [depan gerbang rumah] haturkan segehan manca-warna. 7. Di tempat keluarnya saluran air pembuangan [got rumah] menuju got di jalan, haturkan segehan manca-warna.
Sekali lagi bahwa ini adalah konsep paling ringkas [inti] atau paling mendasar. Tentunya para pembaca saudara-saudara se-dharma memiliki bentuk tradisi dan tattwa yang beragam di tempat masing-masing. Hendaknya tetaplah dijalankan sesuai tradisi dan tattwa masing-masing, agar sesuai dengan desa, kala, patra. Tapi hendaknya juga dilaksanakan dengan berlandaskan pengetahuan tentang tattwa.
Sedikit tambahan, bahwa pada setiap rahina kajeng kliwon, selain menghaturkan canang dan segehan, kita juga menghaturkan banten tipat dampulan. Banten tipat dampulan ditujukan sebagai persembahan ke alam- alam suci [Svah Loka]. Pada saat rahina kajeng kliwon tersebut tempat menghaturkan tipat dampulan adalah di :
1. Palinggih Kemulan [rong tiga].
2. Palinggih Taksu [rong dua].
3. Palinggih Panunggun Karang.
Pada landasan dasar tattwa-nya, banten tipat dampulan adalah sebagai segel kekuatan pikiran yang harmonis, pikiran yang tenang- seimbang, bebas dari dualitas pikiran, bagi seluruh penghuni rumah dan lingkungan sekitar.
~ Article view : [5708]