Pura Kawitan – Pura Kahyangan Jagat

1893

Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND

Pura Kawitan – Pura Khayangan Jagat

Pura Kawitan semua warga Pasek Sanak Sapta Rsi adalah di Lempuyang Madya.

Tapi sesuai Bisama Ida Bhatara Kawitan, semua warga Pasek wajib juga menyungsung Pura Khayangan lainnya yang masih diantaranya Pura Besakih, Pura Dasar Bhuana dan Pura Silayukti.

Kenapa harus menyungsung Pura-pura tersebut…???

Mari kita kembali ke Babad Kawitan. Ida Hyang Pasupati yang berstna di Gunung Mahameru memerintahkan putra beliau Hyang Gnijaya Ke Bali untuk menata kembali kehidupan disana. Hyang Gnijaya kemudian berstana di Gunung Tohlangkir berputra 5 orang.

  1. Ida Bhatara Kawitan (Mpu Gnijaya) yang kemudian membangun Pesraman di Tampurhyang/Lempuyang (Lempuyang Madya)
  2. Ida Mpu Semeru yang kemudian membangun Pesraman di Besakih
  3. Ida Mpu Kuturan yang kemudian membangun Pesraman di Silayukti
  4. Ida Mpu Ghana yang kemudian membangun Pesraman di Dasar Gelgel
  5. Ida Mpu Bradah tinggal di Tanah Jawi.

Dari empat bersaudara yang bertempat tinggal di bali tersebut, hanya Ida Mpu Gnijaya saja yang memiliki keturunan. Sehingga Ida Bhatara Kawitan Menurunkan Bisamanya agar tetap ingat dengan Leluhur dan saudara bliau, diantaranya dengan ingat dan tetap menyungsung tempat pasraman dari saudara-saudara bliau. Adapun Pasraman tersebut kemudian dibangun Pura, yang kemudian dijadikan Pura Khayangan Jagat dan sampai sekarang wajib untuk kita sungsung…

Menurut salah satu Babad, ditemukan pula bahwa Ida Mpu Semeru tidak memiliki putra biologis, tetapi beliau memiliki putra dari hasil yoga-samadi beliau, yang kalau tidak salah kemudian menurunkan Pasek Kekayon diantaranya Pasek Kayu Selem dan saudara-saudara beliau…

Jangan berputus asa tentang kawitan. Memuja kawitan itu perlu karena meliputi tiga dari Pancasrada yaitu: Widhi Tattwa, Atma Tattwa, dan Punarbhawa.

Sama seperti kita sekarang, bagaimana sakit hatinya jika anak kandung kita tidak mengakui kita sebagai ayahnya? atau tidak tahu bahwa kitalah ayahnya?

Kawitan berasal dari kata “Wit” artinya asal-usul. Bhisama leluhur yang dimuat di Prasasti antara lain berbunyi sbb.: (terjemahan) …..”itulah” hukumnya bagi orang-orang yang tidak tahu kawitan; bagi mereka yang demikian itu akan tertimpa kesusahan seperti “sabe asanak” (: berkelahi antar keluarga), “tanpegat agering” (:sakit terus menerus tanpa sebab yang jelas), “katemah dening bhuta kala dengen” (: diganggu pikiran yang tidak pernah tenang), “surud kawibawaan” (: tidak punya wibawa/ kharisma), “surud kawisesan” (: bodoh, malas dan kata-katanya tidak berarti), “kelangenan tan genah” (: hidup boros sehingga menjadi miskin), “sedina anangun yuda neng pomahan” (:tidak pernah rukun dengan anak-istri), “rame ing gawe kirang pangan” (: banyak kerjaan tetapi hasilnya kurang / tidak memadai)

Tetaplah berbakti kepada Kawitan, tidak berarti lalu membangkitkan fanatisme soroh. Ingatlah kita satu darah, satu Kawitan.

Om Santi, Santi, Santi, Om….

 

Sumber : www.umaseh.com

~ Article view : [648]