Home Hindu Bali Cara Mencari Dewase Ayu

Cara Mencari Dewase Ayu

12916

Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND

Cara Mencari Hari Baik (Dewasa Ayu)
salah satu cara cepat dalam pemilihan hari baik atau dewasa ayu melakukan kegiatan adalah dengan melihat Kalender Bali. disana tertuang sekilas berbagai macam pilihan dewasa ayu (hari baik), tetapi untuk mendalami isi dari dewasa ayu tersebut, tentu harus mengikuti aturan pada Wariga.
sebelum mencari hari baik atau dewasa ayu, hendaknya kenali dulu istilah-istilah berikut ini:
PEDEWASAN,
mula–mulanya dapat dibagi dua bagian antara lain;
→ Pedewasan Sehari – hari yang hanya berdasarkan perhitungan;
» Pawukon (Ingkel, Rangda Tiga, Tanpa Guru, Was Penganten dll)
» Tri wara (Pasah untuk memisahkan, Beteng untuk mempertemukan, Kajeng untuk wasiat)
» Sapta wara (Soma/senin, Budha/rabu dan Sukra/jumat, yang lainya termasuk kurang baik)
» Sanga wara ( yang terbaik adalah Tulus dan Dadi)
» Dauh Inti, berlaku pada waktu/jam tertentu saja, dari jam sekian sampai dengan sekian saja.
→ Pedewasan Inti berdasarkan Perhitungan yang terperinci, antara lain;
Ayu nulus, Dauh ayu, Ayu badra, Mertha yoga, Mertha masa, Mertha dewa, Mertha danta, Sedana yoga, Subacara, Dewa ngelayang, dengan tidak melupakan hal – hal yang tersebut diatas serta dihubungkan dengan baiknya SASIH dan Penanggal.
Selanjutnya mari kita ikuti perumusan – perumusan berikutnya;
Urip Panca Wara;
Umanis (5), Pahing (9), Pon (7), Wage (4), Kliwon (8).
Urip Sapta Wara;
Redite/Minggu (5), Soma/Senin (4), Anggara/Selasa (3), Budha/Rabu (7), Wraspati/Kamis (8), Sukra/Jumat (6), Saniscara/Sabtu (9).
Bilangan Sapta Wara;
Redite (0), Soma (1), Anggara (2), Budha (3), Wraspati (4), Sukra (5), Saniscara (6).
Bilangan Wuku;
Sita (1), landep (2), ukir (3), kilantir (4), taulu (5), gumbreg (6), wariga (7), warigadean (8), julungwangi (9), sungsang (10), dunggulan (11), kuningan (12), langkir (13), medangsia (14), pujut (15), Pahang (16), krulut (17), merakih (18), tambir (19), medangkungan (20), matal (21), uye (22), menial (23), prangbakat (24), bala (25), ugu (26), wayang (27), klawu (28), dukut (29) dan watugunung (30).
WEWARAN
Yang dimaksud dengan WEWARAN adalah Ekawara, Dwiwara, Triwara, dan seterusnya, yang masing-masing mempunyai URIP/ NEPTU, TEMPAT, dan DEWATA yang dominan.
Wewaran berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Semua unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasaan (baik-buruknya dewasa). Siklus ini dikenal misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut;
» Eka wara; luang (tunggal)
» Dwi wara; menga (terbuka), pepet (tertutup).
» Tri wara; pasah, beteng, kajeng.
» Catur wara; sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
» Panca wara; umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
» Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
» Sapta wara; redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung).
» Asta wara; sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara).
» Sanga wara; dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
» Dasa wara; pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras)
Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.
WUKU
Disamping perhitungan hari berdawarkan wara sistim kalender yang dipergunakan dalam wariga dikenal pula perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku memilihi umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite).
setiap juga mempunyai urip/ neptu, tempat dan dewa yang dominan, juga ke semuanya unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasaan.
1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita, landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi, sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut dan watugunung.
PENANGGAL dan PANGELONG
Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong. Masing masing siklusnya adalah 15 hari.
» penanggal dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati), dan
» panglong dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh).
Padewasaan yang berhubungan dengan tanggal pangelong dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
» Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik – buruk – berhasil – gagal)
» Padewasaan berdasarkan penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari menikah pada penanggal ping empat karena akan berakibat cepat jadi janda atau duda)
» Padewasaan berdasarkan pangelong untuk pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas karena akan berakibat tak putus-putusnya menderita)
» Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu Sukra penanggal ping roras, baik untuk semua upacara)
SASIH
Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya menggunakan “perhitungan Rasi” sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret.
Padewasaan menurut sasih dikelompokkan dalam beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk membangun, pawiwahan, yadnya, dll. adapun pembagian sasih tersebut adalah;
» Kedasa = Mesa = Maret – April.
» Jiyestha = Wresaba = April – Mei.
» Sadha = Mintuna = Mei – Juni.
» Kasa = Rekata = Juni– Juli.
» Karo = Singa = Juli –Agustus.
» Ketiga = Kania = Agustus – September.
» Kapat = Tula = September – Oktober.
» Kelima = Mercika = Oktober – November.
» Kenem = Danuh = November – Desember.
» Kepitu = Mekara = Desember – Januari.
» Kewulu = Kumba = Januari – Februari.
» Kesanga = Mina = Februari – Maret.
DAUH/dedauhan
Merupakan pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini berlaku 1 hari atau satu hari dan satu malam.
Berdasarkan dedauhan maka pergantian hari secara hindu adalah mulai terbitnya matahari (5.30 WIT). Inti dauh ayu adalah saringan dari pertemuan panca dawuh dengan asthadawuh, antara lain;
» Redite = Siang; 7.00 – 7.54 dan 10.18 – 12.42, malam; 22.18 – 24.42 dan 3.06 – 4.00
» Coma = Siang; 7.54 – 10.18, malam; 24.42 – 3.06
» Anggara = Siang; 10.00 – 11.30 dan 13.00 – 15.06, malam; 19.54 – 22.00 dan 23.30 – 1.00
» Buda = Siang; 7.54 – 8.30 dan 11.30 – 12.42, malam; 22.18 – 23.30 dan 2.30 – 3.06
» Wraspati = Siang; 5.30 – 7.54 dan 12.42 – 14.30, malam; 20.30 – 22.18 dan 3.06 – 5.30
» Sukra = Siang; 8.30 – 10.18 dan 16.00 – 17.30, malam; 17.30 – 19.00 dan 24.42 – 2.30
» Saniscara = Siang; 11.30 – 12.42, malam; 22.18 – 23.30
Menggunakan dawuh sebagai acuan kegiatan dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:
» Dawuh Sekaranti (berdasarkan jumlah urip Saptawara dan Pancawara, dikaitkan dengan penanggal/ pangelong, selama siang hari saja/ 12 jam dalam lima dawuh)
» Panca Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam menjadi lima dawuh)
» Astha Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam menjadi delapan dawuh)
» Dawuh Kutila Lima (pembagian waktu selama 24 jam menjadi lima dawuh dikaitkan dengan penanggal dan pangelong)
» Dawuh Inti (waktu yang tepat berdasarkan pertemuan Panca dawuh dengan Astha dawuh)
Dalam pengertian ini ditafsirkan bahwa ala ayuning dewasa dapat dikecualikan dalam keadaan yang sangat mendesak, tetapi menggunakan upacara dan upakara tertentu.
Misalnya jika tidak dapat dihindarkan melaksanakan upacara penguburan mayat secara massal sebagai korban peperangan, huru-hara, dll., maka padewasaan dapat dikecualikan dengan upacara maguru piduka, macaru ala dewasa, mapiuning di Pura Dalem, Ngererebuin, dll.
Yang dimaksud dengan kalimat “alah dening” adalah “kalah dengan” atau ditafsirkan lebih lengkap sebagai “pertimbangkan juga…”
Pelaksanaan padewasaan dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu:
» padewasaan sadina artinya sehari-hari, dan
» padewasaan masa artinya berkala.
Padewasaan sadina ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon (wuku). Semut sadulur adalah padewasaan menurut Pawukon, pada saat mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan urip Saptawara menjadi 13 (tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu: Sukra Pon, Saniscara Wage, dan Redite Kliwon.
Hari-hari itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi, Sungsang, Medangsia, Pujut, Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung.
Kala gotongan adalah pertemuan urip Saptawara dan urip Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg, Dungulan, Pahang, Matal, Ugu.
Di samping itu ada juga dewasa YANG TIDAK BAIK untuk atiwa-tiwa (Pitra Yadnya/ Ngaben) menurut Pawukon, yaitu: Dungulan, Kuningan, Langkir, dan Pujut, meskipun dalam Wuku itu ada hari-hari yang BUKAN Semut Sadulur atau Kala Gotongan; jika untuk menanam mayat atau makingsan di Gni saja masih dibolehkan

~ Article view : [20959]